Menu
Teguh Indonesia

Perkembangan Retorika Pada Zaman Romawi


oleh: Teguh Estro*

   Dalam kenyataan sejarah, perhatian orang Romawi terhadap bahasa sangat dipengaruhi bahkan meneruskan pemikiran-pemikiran para filsuf Yunani. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa pemikiran-pemikiran filsuf Yunani sangat mewarnai konsep-konsep orang Romawi. Buku Ad Herrenium, yang ditulis dalam bahasa Latin kira-kira 100 SM, hanya mensistematisasikan dengan cara Romawi warisan retorika gaya Yunani. Orang-orang Romawi bahkan hanya mengambil segi-se­gi praktisnya saja. Walaupun begitu, kekaisaran Romawi bukan saja subur dengan sekolah-sekolah retorika; tetapi juga kaya dengan orator­-orator ulung: Antonius, Crassus, Rufus, Hortensius. Yang disebut terakhir terkenal begitu piawai dalam berpidato sehingga para artis berusaha mempelajari gerakan dan cara penyampaiannya.

Kemampuan Hortensius disempurnakan oleh Cicero. Karena di­besarkan dalam keluarga kaya dan menikah dengan istri yang mem­berinya kehormatan dan uang, Cicero muncul sebagai negarawan dan cendekiawan. Pernah hanya dalam dua tahun (45-44 SM), ia menulis banyak buku filsafat dan lima buah buku retorika. Dalam teori, ia tidak banyak menampilkan penemuan baru. Ia banyak mengambil gagasan dari Isocrates. Ia percaya bahwa efek pidato akan baik, bila yang ber­pidato adalah orang baik juga. The good man speaks well. Dalam praktek, Cicero betul-betul orator yang sangat berpengaruh.

Caesar, penguasa Romawi yang ditakuti, memuji Cicero, "Anda telah menemukan semua khazanah retorika, dan Andalah orang per­tama yang menggunakan semuanya. Anda telah memperoleh keme­nangan yang lebih disukai dari kemenangan para jenderal. Karena se­sungguhnya lebih agung memperluas batas-batas kecerdasan manusia daripada memperluas batas-batas kerajaan Romawi".

Kira-kira 57 buah pidatonya sampai kepada kita sekarang ini. Will Durant menyimpulkan kepada kita gaya pidatonya:

“…Pidatonya mempunyai kelebihan dalam menyajikan secara bergelora satu sisi masalah atau karakter; dalam menghibur khalayak dengan humor dan anekdot; dalam menyentuh kebanggaan, prasangka, perasaan, patriotisme dan kesalehan; dalam mengungkapkan secara keras kelemahan lawan - yang sebenarnya atau yang diberitakan, yang tersembunyi atau yang terbuka; dalam mengalihkan perhatian secara terampil dari pokok-pokok pembicaraan yang kurang menguntungkan; dalam memberondong pertanyaan retoris yang sulit dijawab; dalam menghimpun serangan-serangan, dengan kalimat-kalimat periodik yang anak-anaknya seperti cambukan dan yang badainya membahana…”

Dari tulisan-tulisannya yang sampai sekarang bisa dibaca, kita mengetahui bahwa Cicero sangat terampil dalam menyederhanakan pembicaraan yang sulit. Bahasa Latinnya mudah dibaca. Melalui pena­nya, bahasa mengalir dengan deras tetapi indah.

Marcus Tulius  Cicero, Ia begitu termasyhur karena bukunya berjudul “de Oratore” dan karena penampilannya sebagai seorang orator. Cicero mempunyai suara yang bervolume berat dan berirama mengun, pada suatu saat keras menggema di saat lain halus memelas, kadang disertai cucuran air mata.
       
     Buku de Oratore yang telah ditulis Cicero terdiri atas tiga jilid. Jilid I menguraikan pelajaran yang diperlukan oleh seorang orator, jilid II menjelaskan hal pengaruh, dan jilid III  menerangkan bentuk-bentuk pidatonya. Sebagai pemuka retorika, Cicero mengembangkan kecakapan retorika menjadi ilmu. Menurutnya, sistematika retorika mencakup dua tujuan pokok yang bersifat “suasio” (anjuran) dan “dissuasio” (penolakan).
         
Panduan dari kedua sifat itu seringkali dijumpai dalam pidato-pidato peradilan di muka senat Romawi di Roma. Pada saat itu tujuan pidato di hadapan pengadilan adalah untuk menyadarkan public tentang hal-hal yang menyangkut keentingan rakyat. perundang-undangan negara, dan keputusan-keputusan yang akan diambil. Hali ini, menurut Cicero hanya dapat dicapai dengan menggunakan teknik dissuasio, apabila terdapat kekeliruan atau pelanggaran dalam hubungannya dengan undang-undang. Atau suasio jika akan mengajak masyarakat untuk mematuhi undang-undang dan keadilan.

            Orator termasyhur itu menyatakan bahwa ketika mempengaruhi khalayak seorang orator harus meyakinkan mereka dengan mencerminkan kebenaran dan kesusilaan. Retorika gaya Cicero meliputi tahap-tahap sebagai berikut:
     
       A.    Investio
Investio berarti mencari bahan dan tema yang akan dibahas. Bahan yang telah diperoleh disertai bukti-bukti pada tahap ini dibahas secara singkat dengan menjurus kepada upaya-upaya :
     1)      Mendidik
     2)      Membangkitkan kepercayaan
     3)      Menggerakkan perasaan

     B.     Ordo Collocatio
Ordo Collocatio, berarti penyusunan pidato. Disini sang orator dituntut kecakapan mengolah kata-kata mengenai aspek-aspek tertentu berdasarkan pilihan mana yang terpenting, penting, kurang penting dan tidak penting. Dalam hubungan ini susunan pidato secara sistematis terbagi menjadi :
     1)      Exordium (pendahuluan)
     2)      Narration (Peneguhan)
     3)      Conformatio (peneguhan)
     4)      Reputatio (Pertimbangan)
     5)       Peroratio (Penutup)

Puluhan tahun sepeninggal Cicero, Quintillianus mendirikan se­kolah retorika. Ia sangat mengagumi Cicero dan berusaha merumuskan teori-teori retorika dari pidato dan tulisannya. Apa yang dapat kita pelajari dari Quintillianus? Banyak. Secara singkat, Will Durant menceritakan kuliah retorika Quantillianus, yang dituliskannya dalam buku Institutio Oratoria:
“…Ia mendefinisikan retorika sebagai ilmu berbicara yang baik. Pendidikan orator harus dimulai sebelum dia lahir: Ia sebaiknya berasal dari keluarga terdidik, sehingga ia bisa menerima ajaran yang benar dan akhlak yang baik sejak napas yang ia hirup pertama kalinya. Tidak mungkin menjadi terpelajar dan terhormat hanya dalam satu generasi. Calon orator harus mempelajari musik supaya ia mempunyai telinga yang dapat mendengarkan harmoni; tarian, supaya ia memiliki keanggunan dan ritma; drama, untuk menghidupkan kefasihannya dengan gerakan dan tindakan; gimnastik, untuk memberinya kesehatan dan kekuatan; sastra, untuk membenhik gaya dan melatih memorinya, dan memperlengkapinya dengan pemikiran­-pemikiran besar; sains, untuk memperkenalkan dia dengan pemahaman mengenai alam; dan filsafat, untuk membentuk karakternya berdasarkan petunjuk akal dan bimbingan orang bijak. Karena semua persiapan tidak ada manfaatnya jika integritas akhlak dan kemuliaan rohani tidak melahirkan ketulusan bicara yang tak dapat ditolak. Kemudian, pelajar retorika harus menulis sebanyak dan secermat mungkin.”

Sumber :
1.      Buku Filsafat Bahasa, Masalah dan Perkembangannya karya Drs. Kaelan, M.S.
2.      Buku Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek karya Prof. Drs. Onong Uchjana, M.A.
3.      Buku Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi karya Prof. Drs. Onong Uchjana, M.A.  

oleh: Teguh Estro*    Dalam kenyataan sejarah, perhatian orang Romawi terhadap bahasa sangat dipengaruhi bahkan meneruskan pemikiran...
Teguh Estro Sabtu, 27 Oktober 2012
Teguh Indonesia

Malaysia; Lompatan Ekonomi di Era Krisis

Oleh: Teguh Estro*

image: http://putracenter.net
Sistem ekonomi dunia adalah sebuah rumah kartu
(Richard W. Mansbach)

Baht Anjlok, Ringgit pun Merosot
    John Maynard Keynes menolak gagasan klasik yang menyatakan bahwa sistem kapitalis akan melakukan penyesuaian sendiri dalam jangka panjang. ia beranggapan kapitalisme itu tidak stabil, karenanya dapat mandek terus-menerus pada berbagai tingkat. Keynes menyalahkan penyebab ketidakstabilan kapitalisme pada investor yang buruk. Intelektual ekonomi jebolan Cambridge University ini mengeluhkan “semangat kebinatangan” yang dangkal dan irasional dari spekulator yang membuang saham untuk mendapatkan likuiditas pada masa krisis. Hal ini benar-benar jelas terasa pada saat krisis Asia tahun 1997.

Pada tanggal 2 Juli 1997, Finance one perusahaan keuangan terbesar di Thailand jatuh bangkrut. Banyak spekulan meninggakan mata uang baht karena menduga nilainya akan turun. Sebaliknya Dollar AS terus menguat seiring para investor berbondong-bondong membeli dollar Amerika Serikat. Nilai baht turun drastis nyaris 20 persen hanya dalam hitungan jam. Kehancuran moneter di negeri ‘gajah putih’ ini menjadi pemicu terjadinya krisis Asia. Dalam beberapa hari, para spekulan mulai menjual mata uang Asia lainnya, termasuk mata uang ringgit. Malaysia menderita dampak Devaluasi baht beberapa hari kemudian ditandai merosotnya nilai tukar ringgit terhadap dollar AS di pasaran. Indeks gabungan di Kuala Lumpur Stock Exchange pun jatuh dari sekitar 1300 menjadi mendekati 400 poin.

    Kemerosotan nilai ringgit memaksa Bank Negara Malaysia (Central Bank) melancarkan intervensi agresif terhadap pasar uang. Akan tetapi intervensi melalui penjualan Dollar AS dan menaikkan suku bunga deposito ringgit tidak berhasil, malah nilai ringgit terjun bebas. Hingga akhirnya Bank Negara menyerahkannya kepada pasar. Nilai ringgit anjlok dari 2,49 per dollar AS sebelum krisis hingga mencapai angka 4,80 per dollar AS.

    Dampak dari keguncangan moneter ini sudah tertebak mengakibatkan efek domino terhadap perekonomian domestik. Malaysia yang baru setahun sebelumnya menduduki peringkat dua dalam negara-negara industri baru, mendadak jatuh miskin dan di ambang kebangkrutan. Utang luar negeri membumbung akibat perbedaan nilai tukar, yakni dari 98,8 milyar dollar AS pada tahun 1997 menjadi 166,2 milyar dollar AS pada tahun yang sama. Lalu berkembang menjadi 171,8 milyar dollar AS pada tahun 1998.

Mahathir, ‘Rezim’ yang berhasil
    Pada 26 Juli 1997, Mahathir tampil di muka publik dan menuding secara keras spekulan valuta asing (valas) sebagai penyebab krisis moneter Asia. Pada 20 september 1997. Politikus dari UMNO itu mengejutkan forum pertemuan IMF-World Bank di Hongkong. Ia menyebutkan bahwa krisis ekonomi Asia sebagai suatu krisis ekonomi yang dimanipulasi (a manipulated economic crisis). Menurut Mahathir, jual beli mata uang seharusnya hanya untuk membiayai perdagangan internasional dan bukan untuk mendapatkan keuntungan, karena uang bukanlah komoditas. Perdana Menteri Malaysia ke-4 ini termasuk salah satu pemimpin Asia yang menganggap bahwa dibalik krisis moneter Asia, terdapat konspirasi kapitalisme global yang didukung Barat-Yahudi melawan Asia-Islam-Konfusius. Krisis ekonomi Asia oleh Mahathir dilihat sebagai alat yang dimanfaatkan oleh kekuatan ekonomi negara-negara industri maju. Negara barat mencoba menghentikan laju negara-negara Asia Timur dan Asia Tenggara yang sedang secara bertahap hendak menjadi kekuatan dunia.

    Mahathir Muhammad begitu kekeuh dengan prinsip look east policy­­ yang ia terapkan. Negara-negara timur khususnya Asia bukan saatnya lagi dianggap sebelah mata. Ia mencontohkan bagaimana kemajuan yang dialami oleh India di bidang IPTEK karena sentuhan pemerintah yang tepat. Sehingga saat Asia mengalami krisis sekalipun, jangan sampai pemimpin-pemimpin Asia begitu mendewa-dewakan resep ekonomi dari IMF yang dikenal dengan ‘konsensus Washington’ itu. Bahkan Wakil Perdana Menteri, Anwar Ibrahim sampai didepak oleh Mahathir dari jabatannya hanya karena menerapkan resep ekonomi a la  IMF dalam mengatasi krisis.

Anwar Ibrahim yang juga merangkap menteri keuangan pada saat itu melakukan ‘kudeta ekonomi’ dengan melakukan rapat kabinet tanpa dihadiri Mahathir. Dan kebijakan yang dihasilkan pada waktu itu dikenal dengan ‘Paket 5 desember 1997’. Politisi muda yang pernah memimpin Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM) itu justru mengadopsi strategi pengetatan ekonomi mirip dengan rekomendasi IMF yang juga dipakai Thailand dan Indonesia. Strategi ini menekankan pengurangan belanja negara dan penghentian proyek-proyek infrastruktur hingga kembali normal. Anwar Ibrahim mengumumkan penundaan sejumlah pembangunan megaproyek. kendatipun Anwar menuai pujian dari Presiden Bank Dunia James Wolfensohn pada saat itu, Mahathir tetap saja menolak kebijakan tersebut. Mantan Menteri Pelajaran dalam pemerintahan kabinet Tun abdul Razaq itu mengumumkan bahwa proyek pembangunam kereta api dan pipa air minum senilai 2,7 milyar dolar AS tidak termasuk proyek yang dihentikan.

Beberapa langkah Anwar Ibrahim yang begitu kontras terhadap prinsip ekonomi Mahathir Muhammad ada dua hal. Pertama, memperketat belanja pemerintah federal sebesar 18%. Kedua, menghentikan mega proyek yang tidak strategis dan esensial. Tercatat pembangunan besar-besaran yang dilakukan Mahathir antara lain :
-    Jalur Utara-Selatan yang dapat mempercepat setengah waktu perjalanan di pesisir selatan Malaysia.
-    Pelabuhan Tanjung Pelepas.
-    Kemegahan Bandara Internsaional Kuala Lumpur (KLIA) di Sepang yang berdekatan dengan sirkuit Formula 1.
-    Bakun Dam, sebagai penyalur semua kebutuhan elektronik di Malaysia bagian timur, yaitu Serawak dan Saba serta mempunyai kapasitas yang cukup untuk kekuatan ekspor ke Brunei.
-    Stadiun Berkelas Olimpiade Bukit Jalil.
-    Menara kembar Petronas, menara tertinggi di dunia pada tahun 1997-2003, yang merupakan simbol dari Malaysia modern.

Kebijakan pemulihan ekonomi a la IMF –sebagai pilihan kebijakan Anwar- ternyata gagal. Kebijakan tersebut tak mampu menghentikan ketidakstabilan nilai tukar ringgit terhadap dollar AS. Karena pengetatan anggaran dan suku bunga tinggi, masalah pengangguran belum tertangani. Setelah menyaksikan memburuknya perekonomian karena paket-paket ekonomi pengetatan yang diterapkan Anwar, pada juli 1998 Mahathir mengumumkan paket ekonomi baru yang disebut Rancangan Pemulihan Ekonomi Nasional (RPEN). Paket ekonomi tersebut direkomendasikan oleh Majelis Tindakan Ekonomi Negara (MTEN), badan khusus penanganan krisis yang dibentuk Mahathir sejak Januari 1998, dan diketuai oleh Daim Zainuddin.

Menyusul pemberlakuan RPEN, Daim praktis mengambil alih kewenangan Anwar sebagai menteri keuangan. Daim selanjutnya menjadi pendukung penuh kebijakan ekonomi nasionalistik Mahathir. Tentu saja termasuk dukungan terhadap kebijakan menyelamatkan perusahaan-perusahaan besar Malaysia yang berada di ambang kebangkrutan. Begitu juga menyokong keberlanjutan mega proyek yang telah digagas sejak tahun 1980-an. Mahathir berargumen bahwa justru dalam kondisi krisis ekonomi maka pembangunan mega proyek harus dipertahankan agar aktivitas ekonomi riil Malaysia terus berjalan dan tidak menambah jumlah pengangguran.

Pakar Ekonomi dari Universitas Malaya Kuala Lumpur, Sadono Sukirno, mengungkapkan, Malaysia sudah memiliki sejumlah keunggulan dalam menghadapi krisis. Pertama, jauh hari sebelum krisis ekonomi, Malaysia telah memiliki infrastruktur, seperti jalan raya, listrik, telepon, air bersih, dan pelabuhan yang handal menghubungkan kawasan industry, perkebunan, objek wisata dan lokasi lain yang berpotensi ekonomi tinggi. Kedua, pemerintah Malaysia konsisten dalam bekerja. Setiap kebijakan pembangunan, baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang yang telah diputuskan, dilaksanakan dengan konsisten. Semuat target diwujudkan secara maksimal. Pergantian kepemimpinan bukan berarti mengganti kebijakan.

Ketiga, saat terjadi krisis pengangguran hanya berkisar tiga sampai empat persen dari 23 juta jiwa penduduk pada saat itu. Keempat, Malaysia memiliki stabilitas politik yang terjaga sehingga proses pemulihan krisis ekonomi berjalan efektif. Bagi orang asing, mereka menilai dominasi UMNO tidak demokratis. Tetapi sistem politik tersebut terbukti mampu memberikan stabilitas di Malaysia.


-------------------------------------
Buku rujukan:
1. Dilema Mahathir, Penerbit Tiara Wacana, Penulis Dr. Endi Haryono
2. Malaysia Macan Asia, Penerbit Garasi, Penulis Khoridatul Annisa
3. Pengantar Politik Global, Penerbit Nusamedia, Penulis Richard W. Mansbach, Kirsten L. Rafferty
4. Wacana Publik Asia Tenggara, Penerbit Kanisius, Penulis Dr. Niels Mulder.
5. Sejarah Pemikiran Ekonomi Sang Maestro Teori Teori Ekonomi Modern, Penerbit Kencana, penulis  Mark Skousen

Oleh: Teguh Estro* image: http://putracenter.net “ Sistem ekonomi dunia adalah sebuah rumah kartu ” (Richard W. Mansbach) Baht...
Teguh Estro