#1 Perampok Jatura
Oleh:
Teguh Estro
Bercucuran peluh keringat dari dahi wajah tampan sang pendekar
sakti. Seharian ini pemuda dari desa Penugala ini melatih diri hingga dua ratus
pukulan. Kepalan tangan yang pernah membunuh macan hanya dengan satu pukulan ini
tengah terayun gagah mengiringi langkah tegap. Imba, itulah nama Pria nan
handal adu tanding ini. Juga tersohor namanya hingga ke negeri Melayu seberang.
Panasnya terik mentari perlahan mengusir rasa kantuk Imba yang
berniat berteduh di bawah pohon gaharu. Dalam satu hentakan saja, perjaka idola
para wanita ini telah melompat melewati pepohonan hingga menuju gubuk tua. Tampak
seorang nenek berpakaian serba hitam duduk menanti kehadiran Imba sembari
memijat-mijat kakinya nan lelah.
“Nek, ini saya bawa ikan lais hari ini…”
“Ikan lais? memang cucu nenek ini tahu sekali makanan kesukaan nenek
ya…”
“Biar saya yang bakar ikannya, nenek duduk saja disana”
“Imba, khuluq di hatimu sungguh setampan wajahmu. Di kampung
Penugala ini tiada yang sepertimu. Sifat penolongmu itu tak mungkin dilupa
warga kita. Nenek hanya berpesan, hati-hati bila sudah berurusan dengan
perampok-perampok Jatura. Lebih baik kita mengalah daripada menjadi panjang
urusan. Karena Jatura sudah terkenal jahat dan tak sungkan membunuh di kampung
ini” Nasehat nenek Dasit si wanita tua.
Nasehat sang Nenek tak pernah dianggap remeh oleh Imba. Pria
berhidung mancung ini begitu sayang pada Nek Dasit. Hingga menjelang sore, Imba
berpamit pada sang Nenek.
Seperti biasa di sore hari Imba pulang ke padepokannya tak jauh dari hutan Babat. Terlihat beberapa murid sudah berkumpul menanti kehadiran sang guru.
Di Padepokan ini, Imba hanya melatih murid-murid yang sudah berjanji tidak akan menggunakan ilmu bela diri untuk kejahatan. Dan satu di antara puluhan murid itu ada seorang gadis bunga desa Penugala, ya itulah Wandali. Wanita berkulit kuning langsat ini begitu menaruh hati pada Imba sang guru. Baginya bisa menjadi murid di Padepokan Penugala ini seperti mendatangi surga cinta bertemu sang pujaan. Meskipun dia tahu, banyak dara yang juga tertarik pada Imba.
Hingga menjelang gelap seluruh manusia berpulang ke desa masing-masing. Sebagian besar memang berasal dari Desa Penugala.
“Guru, aku berpamit pulang…” Wandali memberanikan diri menegur Imba. Dan sepertinya Imba tak berminat untuk menjawabnya.
“Guru terima kasih atas pelajaran hari ini” Kembali gadis cantik ini coba untuk menegur. Namun Imba hanya diam seperti menahan diri. Kali ini ia hanya menganggukkan kepala.
Wandali senang bukan kepalang saat melihat Imba menganggukkan kepala sembari tersenyum padanya. Sepertinya itu sudah cukup membuatnya tak bisa tidur malam ini. Ia pun mulai berjalan pulang dengan hati berbunga-bunga.
“Wandali….” Panggil Imba.
“Hari sudah gelap, tak baik seorang perawan pulang sendiri. Mari
saya antar kamu pulang…” ucap Imba sambil menunggangi kuda mendekati Wandali.
“Iya guru….!” Hanya itu yang bisa diucapkan Wandali. Selanjutnya ia tak mampu berkata-kata lagi. Bahkan tak ingat apa-apa lagi. Berdua memacu kuda bersama guru Imba adalah dambaan semua gadis di desa ini. Wandali sudah tak sanggup mengendalikan perasaannya. Ia tak percaya, seperti bukan kenyataan. Ia tak ingin melupakan kejadian ini. Namun perasaan dan pikiran yang tiba-tiba kacau-balau membuat ia sulit untuk mengingat apa-apa yang terjadi.
***
Sebuah pasar di pinggir hutan Babat menjadi saksi bagaimana kesaktian Imba membuat babak belur lima perampok. Meskipun kelima perampok itu membawa golok tajam, namun Imba tak sampai mengeluarkan keringat untuk mematahkan tangan dan kaki mereka. Kian hari harumnya nama Imba mulai membuat para perampok geram. Terutama kepala perampok desa Penugala, Jatura yang kejam.
Belum lama setelah kelima perampok itu pergi dengan kaki pincang dan pesakitan di tubuhnya, para warga berkerumun untuk menyalami Imba. Satu persatu warga berucap terima kasih pada pemuda yang senyumnya manis ini.
“Bubar kalian semua….” Sebuah teriakkan yang menggelegar mengagetkan warga. Suara keras itu tak lain dari teriakkan Jatura yang sekejap membuat warga bubar.
“Imba, Sudah berani kamu ya….” Lagi-lagi Jatura mengeluarkan suara seperti guntur. Bila orang biasa yang mendengarnya, pasti sudah membuat gentar. Sungguh luar biasa suara yang dimiliki Jatura.
“Maaf pak cik, ananda hanya berniat menolong warga” Imba menjawab sehalus mungkin.
Kepala perampok berkumis tebal itu pun lalu memerintahkan puluhan anak buah pilihannya untuk mengelilingi Imba. Hanya dengan satu isyarat jari dari Jatura, puluhan anak buahnya bergerumul hendak memangsa Imba dengan pedang mereka. Ibarat Singa kelaparan yang mendatangi Pendekar Hutan Babat itu. Namun di luar dugaan, Imba menaklukan satu persatu serangan ganas itu hanya dengan gerakan satu tangan saja. Kembali warga menyaksikan pertunjukkan mengagumkan, termasuk Jatura hanya terbelalak melihat kesaktian Imba. Tiap gerakan tangan Imba tepat mengenai sendi-sendi tulang musuhnya. Gerombolan perampok dibuat tak berdaya ibarat ayam lumpuh terkapar di tanah.
Seusai menghabisi puluhan perampok tadi, Imba membersihkan sedikit debu di telapak tangannya dan beranjak perlahan menghampiri Jatura. Lalu kini tepat di hadapan Imba, berdiri seorang kepala Rampok berbadan kekar. Mereka saling menatap tajam tanpa suara.
“Jadi kau yang dijuluki Pendekar Hutan Babat, lumayan juga jurus totok langitmu”
“oh, pak cik tahu rupanya nama jurus yang kupakai tadi. Sudikah hari
ini pak cik menunjukkan jurus yang pak cik punya. Ananda hendak mencobanya…”
“Sombong kau Imba, lebih dari 30 tahun aku menjadi perampok. Baru kali
ini rasanya benar-benar bernafsu untuk menghabisi nyawa seseorang”
Jatura memasang kuda-kuda sembari mengepalkan tangan. Seketika cahaya merah muncul dari sela jemari Kepala rampok desa Penugala ini. Kaki kasarnya melompat menghampiri Imba untuk menyarangkan pukulan tepat ke arah dada. Pendukar Hutan Babat mencoba menahan pukulan Jatura dengan satu tangan. Namun kekuatan Jatura teramat dahsyat, setidaknya cukup membuat Imba terdorong tiga langkah ke belakang.
“Jurus apa kiranya yak pak cik buat ini, boleh ananda ketahui kah…?”
“Sepuluh tahun lalu, Jurus ini yang pernah membunuh Pendekar Talang
Batu dari desa sebelah. Dan kini kau Imba yang akan jadi korban selanjutnya.
inilah Pukulan Gunung Neraka……!”
Kali ini Imba mulai berhati-hati jangan sampai ia kecolongan. Karena Pendekar Talang Batu adalah salah satu dari ratusan guru yang pernah mengajarinya bela diri saat ia masih anak-anak. Dan tentu saja kali ini tehnik beladiri tingkat tinggi harus digunakannya untuk menghindari setiap pukulan dahsyat Perampok jahat ini. Duel yang ramai disaksikan warga pun berlangsung sengit. Meskipun tak sedikit warga yang kecewa, karena gerakan kedua jawara ini sangat cepat, nyaris tak terlihat. Hari ini akan diketahui siapa manusia tersakti di Desa Penugala. Apakah Jatura, ataukah Pendekar Hutan Babat…?
“Kena kau Imba…..!” Suara Jatura nan menggelegar sontak mengagetkan seisi desa Penugala. Setelah itu barulah menyusul suara tubuh Imba terjatuh dari udara mengenai tumpukan barang dagangan di pinggiran pasar. Suasana hening, warga yang percaya kalau Imba bisa dijatuhkan oleh Jatura. Belum juga terlihat tanda-tanda sang anak muda hendak bangkit dari reruntuhan itu. Jatura bergerak seperti hantu tiba-tiba berdiri di depan Imba yang mulai berdiri perlahan. Lagi-lagi tanpa kasihan kepalan Pukulan Gunung Neraka milik Jatura siap diarahkan pada Pendekar Hutan Babat ini.
Dan wajah garang Perampok itu teramat bahagia seiring detik-detik pukulannya hendak mengenai tubuh Imba. Dan…..
“Gubrakk…..” suara keras terdengar tubuh Jatura jauh terpental ke sisi Pasar lainnya. Dan Itu bukan pukulan dari Imba yang masih berdiri kesakitan. Sosok pendekar lain berpakaian ninja menyarangkan tendangan ke arah Jatura membuat kepala rampok itu mulai mengeluarkan darah segar. Tak ada yang tahu siapa pendekar berpakaian ninja ini. Jatura yang dibuat malu, justru mengalihkan pandangan tajamnya pada Ninja berpakaian serba putih. Jatura dengan susah payah melompat mendekati pendekar misterius ini dan terjadi duel diantara keduanya.
Imba yang memperhatikan dengan naluri pendekarnya justru melihat duel tersebut tak seimbang. Sang Ninja terlihat terdesak dan masih pemula dalam menggunakan jurus-jurusnya. Dan benar saja, kaki kasar Jatura berhasil mengenai perut pendekar misterius itu hingga tersungkur ke semak belukar.
Kali ini Imba bergerak secepat kilat menghadang Jatura yang berniat menghabisi Ninja tersebut.
“Pak cik pertarungan kita belum selesai, jangan libatkan orang lain
dalam pertarungan kita”
“Oh, jadi kau masih hidup ya…. Jadi Pukulan Gunung Neraka tak juga
membuatmu mati” Teriak Jatura menggelegar…
Kali ini Pendekar Hutan Babat tak lagi menggunakan satu tangan. Sebuah gerakan cepat kedua tangannya diarahkan ke langit dan membuat seketika langit mendung. Lalu tubuh Imba seperti karet menggelembung membuat siapapun yang melihatnya mengernyitkan dahi. Dan benar saja, tubuh Pendekar Hutan Babat itu terbelah jadi dua. Dan kini sudah mewujud dua sosok Imba di hadapan Jatura dengan kesaktian yang sama. Kali ini warga kaget melihat entah jurus apa yang dimiliki pendekar muda ini. Sakti nian, belum pernah mereka melihat manusia membelah diri menjadi dua. Jatura pun terlihat kaget, meski tak seterkejut warga.
“Sialan… jadi kau menguasai Jurus Malaikat Kembar ya. Sudah lama aku tak melihat jurus ini digunakan…”
“Sebaiknya Pak Cik jangan Cuma tahu namanya sahaja, tapi rasakan pula ampuhnya jurus ini” Dengan tenang Imba memancing emosi Jatura. Namun kepala Perampok ini tak mudah terpancing. Ia sadar, menghadapi satu orang Imba saja bukanlah mudah. Namun kini, ada dua lawan tangguh yang sama-sama sakti.
Jatura bergerak cepat mundur menjauhi Imba, namun itu sia-sia. Karena kedua sosok yang dijauhi justru mengejar seperti kilat. Benar saja, ia hanya menjadi bulan-bulanan dua sosok Imba yang sedari tadi belum mengeluarkan seluruh kesaktiannya. Berkali-kali Perampok berbadan besar itu terjerembab dengan wajah lebam. Hingga akhirnya pukulan keras mengenai dada Jatura membuat ia benar-benar tak bisa lagi melawan. Kedua sosok Imba kembali menyatukan jasad. Melihat lawannya tak berdaya, Imba berbalik arah dan meninggalkan Jatura begitu saja.
Langkah tenang sang pendekar ini perlahan menapaki bumi menuju semak-belukar tempat sang Ninja tadi terjatuh. Nampak tak sadarkan diri pendekar misterius yang sudah menyelamatkan nyawanya. Sedikitpun tak ada kata-kata yang terucap, hanya tangan kekar yang meraih tubuh sang Ninja nan tak berdaya. Satu hentakan kaki saja, Imba sudah melompati udara menuju tengah Hutan Babat kediaman Nek Dasit. Berharap tuah sang Nenek bisa menyembuhkan luka parahnya. Di perjalanan, hanya ada satu Tanya di dalam hatinya. Siapa wajah di sebalik topeng ninja ini…
“Imba, sudah petang begini darimana saja? lalu siapa yang kau bawa ini…” Sapa nek Dasit menyapa cucunya yang baru saja sampai di depan pagar.
“Nek, tolong rawat dia. Sepertinya cukup parah….” Imba memasuki gubuk nek Dasit dan bergegas menuju ruang tidur meletakkan tubuh yang sudah lemah tersebut.
Wanita tua yang memang tersohor sebagai tabib di desa Penugala ini terheran-heran dengan polah cucunya. Tepatnya cucu angkatnya yang dahulu semasa masih bayi ia temukan sebatang kara tengah menangis tanpa orang tua di depan gubuk ini. Kini bayi lucu itu sudah menjadi pemuda tampan nan sakti.
“Nenek kenapa diam saja, kalau tak segera diobati saya khawatir nanti luka dalamnya bertambah parah…” Dengan lembut Imba menyapa sang nenek.
“ Oh, maaf Imba… Nenek jadi lupa”
Nek Dasit mendekati tubuh malang itu. Dan Imba hanya memperhatikan
dari belakang. Saat Nek Dasit membuka penutup kepala dan pakaian sang Ninja, ia
pun terkejut.
“Imba…!!! Kamu harus keluar jangan di sini, Ternyata dia seorang gadis….” Seakan melompat, begitu kagetnya wanita tua yang dahulunya jua bunga desa Penugala ini.
“Hah, Gadis… apa nenek tidak salah. Coba kulihat nek” Imba langsung
mendekati tak kalah herannya.
“ Eits, Imba kamu jangan coba-coba mau mengintip. Cepat sana keluar
dari kamar ini”
“ Itu kan Wandali nek. Wajahnya aku kenal”
“ Emang Wandali itu siapa hah, kekasihmu kah…?” Tanya Nek Dasit sambil
mendorong Tubuh Kekar cucunya agar keluar dari kamar.
Imba hanya terdiam dengan pertanyaan itu. Ia hanya menuruti ucapan neneknya, menunggu di luar. Namun hati tak bisa dibohongi, ada rasa khawatir yang aneh. Sepertinya ini kali pertama Ia jatuh hati pada seorang gadis. Hanya saja nek Dasit sengaja mengobati Wandali dengan mengulur-ulur masa. Pendekar Hutan Babat yang baru saja mengalahkan Jatura ini pun hanya melompat-lompat di luar seperti anak kecil yang tengah kesal. Kadang ia memukul-mukul kepalanya sendiri, kadang berlari-lari dan gerakan-gerakan aneh lainnya. Antara perasaan jatuh cinta, kesal dan khawatir campur aduk di dalam dadanya.
#Bersambung…
Pendekar Hutan Babat
#1 Perampok Jatura Oleh: Teguh Estro ilustrasi: http://caranggesing.devianart.com Bercucuran peluh keringat dari dahi wajah tam...
Teguh Estro
Kamis, 28 Januari 2016