Menu
Teguh Indonesia

Pemajuan Kebudayaan butuh Goal Setting

Oleh : Teguh Estro


Pemajuan kebudayaan bertujuan untuk apa? bisa kita ambil beberapa studi kasus di daerah lain. 

1. Budaya Sintowo Maroso di daerah POSO digunakan untuk resolusi Konflik Sosial di sana. 
2. Tradisi Sasi di daerah Maluku digunakan untuk tujuan pelestarian Lingkungan. 
3. Tradisi syari'at islam di Aceh digunakan untuk penguatan Norma di masyarakat. 
4. Budaya Tri Hita Karana di Bali digunakan untuk Pelestarian Ekologis
5. Budaya wayang di Jawa digunakan oleh kaum agamawan walisongo untuk sarana pendidikan agama. 
6. Dsb... 

Kedalaman Makna mengenai goal setting mempengaruhi arah dari Narasi yang akan dibuat untuk masing-masing OPK (Objek Pemajuan Kebudayaan).

Untuk gambaran seperti masyarakat Aceh, seluruh jenis seni Tari, seni Sastra, tradisi lisan dll hampir merata bernafaskan tujuan mengangkat Norma Agama Islam.

Masyarakat BALI juga banyak seni Tari, Arca, ritual tradisional sangat terasa nilai-nilai pemeliharaan alam bernafaskan hinduism.

Masyarakat Ngada di Nusa Tenggara, Tarian, Ritual dan hukum adat menggunakan corak ajaran gereja. 

Dan masih banyak lagi, kapan-kapan kita ngobrol nian, ini soalnya sambil ngasuh anak, jadi dak fokus lagi ngetik... 🤭

Teguh Indonesia

Oleh : Teguh Estro Pemajuan kebudayaan bertujuan untuk apa? bisa kita ambil beberapa studi kasus di daerah lain.  1. Budaya Sintowo Maroso ...
Teguh Estro Kamis, 28 November 2024
Teguh Indonesia

Relevansi Budaya Candi Bumiayu terhadap Pembangunan.


Oleh : Teguh Estro 
(Tim Ahli Cagar Budaya/TACB PALI) 


Ditemukannya arca kepala Sri Bhairawa pada Candi 3 di komplek percandian Bumiayu menambah cerita baru terhadap narasi sejarah. Acapkali diceritakan oleh senior kami Dr. Sondang Martini Siregar bahwa corak pada situs Candi 3 di komplek percandian ini merupakan ciri aliran Tantrayana.

Secara ikonografi arca kepala Bhairawa ini tentu kian memperkuat dugaan aliran Tantrayana. Karena salah satu ajaran paham Bhairawa pada beberapa abad silam ini adalah ritual "Panca Makara Puja". Dari sekian ritual tersebut terdapat dua ritual unik yang bisa diteliti relevansinya terhadap kondisi saat ini. Yakni Ritual Matsya (Makan Ikan) dan Ritual Mudra (Menari).

Dua ritual tersebut bila ditarik esensinya, maka masih relevan dalam ingatan kolektif masyarakat PALI. Sekali lagi ini pembahasan dari sudut pandang esensinya. Karena secara fisik, ajaran Bhairawa ini sudah tak ditemukan pada masyarakat PALI.

MATSYA, bermakna ritual makan ikan bisa direlevansikan dengan semangat menengahkan program pangan bergizi. Apalagi masyarakat PALI memiliki sejarah kuat pada peradaban sungai. Konsumsi ikan sebagai penyumbang gizi adalah pemaknaan yang tepat ritual Matsya di era kekinian. Ditambah satu lagi masyarakat PALI bahkan memiliki makanan khas yakni Ikan Sagarurung yang telah tersohor. 

MUDRA, ritual tarian. Pada masa lampau pada era Hindu-Budha raja-raja Nusantara menganggap ritual ini untuk menambah kharisma. Esensi yang kita tangkap bahwa seni tari merupakan konsumsi kelas bangsawan di masa lalu. 

Sehingga relevansi di masa sekarang dirasa agak tepat bila tren mengangkat Tarian Lokal menjadi perwujudan Mudra saat ini. Bahkan masyarakat PALI telah memiliki tarian lokal yang telah menjadi Warisan Budaya Tak Benda dari KEMENKUMHAM RI. Yakni, Tari Dundang dari Tanah Abang serta Tari Lading dari Penukal Utara.

Tentu saja tulisan ini hanya opini dan obrolan di warung kopi. Sehingga pasti didapati banyak kekeliruan di dalamnya. Semoga menjadi diskusi menarik terutama khazanah budaya bagi masyarakat PALI. Tabik.

Teguh Indonesia

Oleh : Teguh Estro  (Tim Ahli Cagar Budaya/TACB PALI)  Ditemukannya arca kepala Sri Bhairawa pada Candi 3 di komplek percandian Bumiayu mena...
Teguh Estro Selasa, 19 November 2024