Oleh: Teguh Estro
(Sambutan MILAD KAMMI ke-15 KAMDA Kota Yogyakarta)
“….Didiklah rakyat dengan organisasi dan didiklah penguasa dengan perlawanan….”
----Pramoedya Anantatoer----
Kesucian tekad
barulah terpadamkan bilamana si empunya tekad melenceng dari tujuannya.
Sekelompok muda bangsa yang menamakan diri mereka sebagai Kesatuan Aksi
Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) benar-benar sehat pikirnya dalam satu tujuan
bersama. Tujuan secara sadar itu yakni:
“Menjadi wadah perjuangan permanen yang akan melahirkan kader-kader
pemimpin dalam upaya mewujudkan bangsa dan negara yang Islami.”
15 tahun yang lalu
berarti sama dengan 5.475 hari lamanya organisasi mahasiswa ini terus-menerus
hidup bahkan menghidupi bangsa ini. Dengan
modal yakin setinggi-tingginya bahwa akan
ada suatu masa keemasan bangsa ini. Entah 10, 20 atau 30 tahun mendatang maka
KAMMI sudah terlalu siap untuk leading membenahi polemik-polemik krusial
bangsa ini pada masa itu.
Rekan-rekan
aktivis yang saya banggakan.
Kenapa harus
diwujudkan peringatan-peringatan semacam ini. Tidak lain untuk menyadarkan kita
tentang tiga pertanyaan pokok. Pertama darimana organisasi ini
berpijak, lalu kedua sudah
sampai mana KAMMI bertegak sekarang. Dan yang ketiga, kemana tujuan
akhir dari pergerakan ini.
Pertama,
Darimana organisasi ini berpijak? Suatu pertanyaan yang membuat
kita teringat lagi historis heroisme gerakan reformasi. Awalnya lahir dari
rahim reformasi tahun 1998 yang penuh dengan gejolak perubahan. 29 Maret 1998
KAMMI menjadi entitas baru dengan massa yang memadati jalan-jalan. Tentu saja
kondisi reformasi menjadikan lahirnya organisasi ini benar-benar untuk
cita-cita besar, perbaikan Indonesia. Bangsa ini bukanlah daerah yang hanya
seluas 685 km2 saja seperti negara tetangga, tapi 2780 kali lipat dari itu.
Sehingga membenahi bangsa ini sungguh dibutuhkan manusia-manusia pilihan. Serta
negara ini juga bukanlah wadah yang diisi oleh ratusan ribu jiwa saja seperti negara-negara
lain, tetapi 240.000.000 jiwa. Oleh karenanya sangatlah mendesak bagi rakyat
Indonesia akan lahirnya jiwa-jiwa pemimpin yang sekuat baja. Dan kita sudah
sejak awal meyakini dengan berdisiplin mengikuti Manhaj kaderisasi KAMMI
merupakan batu loncatan membentuk karakter kepemimpinan.
Kita harus optimis bahwa dari rahim wanita-wanita Indonesia masih
mampu melahirkan Soekarno-Sokarno baru seperti kita. Jiwa patriot Tjoet Nyak
Dien akan lahir kembali dari sini, dari ruangan ini. Tan Malaka muda, Muhammad
Natsir yang relijius dan modern dan sosok pemimpin berkarakter lainnya. Itulah
visi besar kita memperbaiki bangsa ini dengan melahirkan kader-kader berjiwa pemimpin.
Jangan pernah beranggapan kader-kader aktivis yang ada di ruangan ini tidak
akan menjadi siapa-siapa. Mereka inilah orang-orang yang akan memimpin esok
hari. Tentu saja dengan menapaki tangga pesakitan demi pesakitan hidup yang
mungkin 10 kali lebih sulit ketimbang pemimpin-pemimpin instan di luar sana.
Sekali lagi inilah visi besar kita kawan-kawan.
Saudara-saudara aktivis KAMMI yang saya banggakan
Pertanyaan Kedua, Sudah sampai dimana perjalanan kita
sekarang? Sudah 15 tahun wadah ini berproses dan akan terus menanjak
tebing-tebing terjal dengan percaya diri. Inilah kondisi dimana kader-kader
muda menjadi jembatan penyambung antara ide pendahulu gerakan dengan ide
perbaikan bangsa kekinian. Kondisi saat ini KAMMI tengah menghadapi fase
pematangan dan uji publik terhadap visi besarnya. Masih relevankah visi tersebut
saat ini, masihkah seorang pemimpin dibutuhkan sebagai pemecah solusi sengkarut
persoalan bangsa. Sudah saatnya bagi ideolog-ideolog gerakan KAMMI bersatu
paham kembali. Dan tentu saja dalam waktu dan ruang saat ini, perlu ada
pematangan ideologi gerakan. Karena ideologi bukanlah hanya milik generasi awal
saja. Oleh karenanya perlu ada pematangan dengan penambahan ide konstruktif dari
ideolog-ideolog KAMMI di masa sekarang.
Selain pematangan saat ini perlu adanya uji publik terhadap
kader-kader KAMMI di masa sebelumnya untuk mengambil peran menjadi pemimpin di
setiap lini kehidupan. Di Provinsi NTB sudah ada mantan ketua KAMDA periode
98/99 yang bertarung di PILKADA. Beliau
bernama al-akh Suryadi Jaya Purnama dan yang menjadi wakilnya adalah al-akh
Johan Rosihan yang merupakan ketua KAMDA NTB periode setelahnya. Inilah
masa kader-kader KAMMI melakukan uji publik. Baik ataukah buruknya itu
persoalan proses, karena kita memahami bahwa karakter pemimpin tidaklah mewujud
dalam masa yang instan.
Kader-kader KAMMI yang saya cintai
Pertanyaan yang terakhir untuk kita renungkan dalam MILAD KAMMI
yang ke-15 ini adalah apa tujuan akhir dari pergerakan ini? Apabila merujuk
pada visi organisasi maka tertera secara tekstual yakni “mewujudkan bangsa dan
negara yang Islami.” Sebuah cita-cita nan luhur yang harus digapai sekumpulan
mahasiswa muslim ini.
Ada dua obyek dari visi ini yakni bangsa dan negara. Membenahi
bangsa artinya menata kekurangan – kekurangan hidup bermasyarakat sesuai
stratifikasi sosial masing-masing. Ada domain budaya, sosial, dan kemajemukan
manusia yang perlu digarap dengan konsep yang benar. Maka tugas kita adalah
mewujudkan kesemuanya itu menjadi Islami. Berikutnya dalam hal bernegara
maknanya mengatur pemerintahan secara hierarkis. Kader KAMMI harus
berkapabilitas secara matang untuk mendewasakan pemerintahan negara ini menjadi
lebih Islami.
Apabila hendak ditarik benang merah, maka membenahi rakyat dan
pemerintah menjadi Islami adalah tugas panjang kita. Dan untuk mewujudkan itu
kita tidak akan mampu berjuang sendiri. KAMMI butuh entitas lainnya untuk
bekerja sama. Baik itu pihak pemerintahan, militer, akademisi, media, tokoh
agama dlsb. Sejak saat inilah, di organisasi inilah, kita harus membiasakan
diri menjadi perekat berbagai elemen tersebut. Agar tujuan organisasi ini kian
mewujud nyata. Memang perjuangan ini terasa sakit, tapi seiring waktu kita akan
menikmati pesakitan itu untuk membangkitkan bangsa ini.
Demikianlah sambutan dari saya
Wassalamu’alaikum Warohmatullah Wabarokatuh
Menyakitkan Lalu Membangkitkan
Oleh: Teguh Estro (Sambutan MILAD KAMMI ke-15 KAMDA Kota Yogyakarta) “….Didiklah rakyat dengan organisasi dan didiklah penguasa ...
Teguh Estro
Sabtu, 30 Maret 2013