Oleh : Teguh Estro
Ada pengalaman unik pada perjalanan pekan
lalu. Ya, penulis berkesempatan mengunjungi Suku Kubu di Desa Karang Tanding, Kecamatan Penukal
Utara Kabupaten PALI. Apa yang terlintas dalam benak kawan-kawan bila mendengar
kata ‘Suku Kubu’ ? Gak pake baju, Kucel, bau keringat, pastinya yang
jorok-jorok gitu lah. Oke, itu gak salah kok. Memang secara penampilan fisik
mereka begitu. Hidup berpindah-pindah dan konon mereka memiliki kemampuan
mistis secara turun-temurun.
Menemui Datuk Alex salah seorang
Kepala Suku yang bisa berbahasa Indonesia. Pria beristeri empat itu bercerita
bahwa mereka kerap hidup berpindah-pindah bukanlah atas kehendak sendiri. Mereka
berpindah dari satu tempat menuju tempat lainnya berdasarkan ‘wangsit’ dari
leluhur melalui mimpi. Cerita ini membuat penulis terhenyak dan berpikir lama. Bagaimana
mungkin di tengah gempuran modernisasi saat ini, masih ada suatu komunitas yang
menjadikan ‘wangsit’ sebagai pijakan utama kehidupannya. Bagi saya, ini sudah
masuk dalam dimensi batin. Menggantungkan nasib bukan melalui kerja keras,
kerja cerdas sebagaimana diucapkan motivator-motivator saat ini. Mereka hidup
lebih mengasah pengalaman ‘laku batin’, daripada laku badan. Pasrah pada apa
yang dipercaya sebagai ‘bisikan’ nenek moyang.
Selain berdiskusi dengan kepala Suku,
penulis juga mengamati pola hidup mereka di dalam Hutan tersebut. Mereka mencari
makan dari sungai. Seperti ikan, biawak dan labi-labi. Namun satu hal yang saya
pelajari, yakni tidak serakah dalam mencari makan. Tidak ada terdengar ada Suku
Kubu yang meracun, memasang listrik atau menyebar putas di sungai untuk
mendapatkan ikan yang banyak. NO….! mereka hanya mengambil secukupnya untuk
dimakan pada hari itu saja. Sebelum diambil ikannya, sungai terlebih dahulu
dibersihkan dan dipangkas rumput-rumput tinggi. Agar sinar matahari bisa tembus
ke sungai. Karena Sungai pun butuh dirawat, butuh diberi makan berupa zat hara
agar ikan-ikan kecil mau hidup di dalamnya.
Tidak ada komentar