Oleh: Teguh Estro*
Sejak awal terciptanya manusia, malaikat telah menaruh mosi tidak percaya. terlebih saat mahluk berakal tersebut hendak dinobatkan oleh Allah Swt sebagai khalifatu fi al-Ardh,. Adam alaihissalam dan keturunannya dicurigai sebagai “…man yufsidu fiihaa wa yasfiku al-dimaa’a…” Malaikatpunn mencoba sedikit show-up mempertanyakan sebuah alasan. Logikanya kenapa tidak malaikat saja yang selalu bertasbih ditunjuk sebagai ‘wakil tuhan’ di muka bumi. Akan tetapi Allah Swt mengingatkan dengan menjawab “…inni a’lamu ma laa ta’lamuun…”
Sejenak kita renungkan, mungkin malaikat serombongan ada benarnya juga. Manusia memang memiliki potensi sebagai dalangnya pengrusakan alam dan pertumpahan darah. Bukankah sejarah peradaban manusia tidak pernah terlepas dari budaya premanisme para penguasa. Sebutlah Fir’aun dengan kebijakannya membunuh setiap bayi laki-laki, Hitler membantai setiap penduduk berkebangsaan Yahudi. Ariel Sharon meluncurkan Agresi kepada umat musim di jalur Gaza. Begitu juga Soeharto, Narsisco Ramos, Husni Mubarok dan George Bush sang tiran. Bukankah kekhawatiran malaikat tidaklah terlalu mengada-ada?
Indonesia raya merupakan nation-state yang juga berpenduduk manusia. dengan kata lain, bumi nusantara ini juga dihuni oleh para perusak alam dan penumpah darah antar sesama. Munculnya tragedi Tanjung Priok, Papua, Mesuji sampai penembakan mahasiswa di Bima sejatinya sudah skenario langit. Penulis hanya berasumsi ‘jangan-jangan’ tipikal dasar manusia adalah seorang fighter. Dan kenapa Sang Pencipta justru menunjuk khalifatu fi al-Ardh dari golongan ‘brutal’ ini?
Premanisme Versus Leadership
Terciptanya manusia bukanlah produk gagal. Bahkan munculnya pembantaian sesama manusia akhir-akhir ini bukan juga kesalahan skenario dari Allah Swt. Inilah yang menjadi argumen Allah Swt kepada malaikat “…Aku lebih tahu atas apa saja yang kamu tidak ketahui..” Budaya premanisme benar-benar diciptakan dengan maksud yang jelas. Yakni untuk melahirkan para pemimpin yang kokoh. Bukankah Musa A.s muncul kepemimpinannya lantaran dihadapkan pada Fir’aun sang diktator. Rasulullah Muhammad Saw pun hadir ditengah manusia-manusia yang haus darah. Sang patih Gadjah mada juga seorang leader yang dibesarkan oleh misi-misi penuntasan kaum pemberontak dan penaklukan kerajaan-kerajaan Nusantara. Raden Fatah raja Demak Bintoro juga berjaya setelah bersaing dengan Adipati Terung –adiknya sendiri- dalam ‘menjinakkan’ Prabu Brawijaya. Bung Karno menjadi legenda bangsa ini karena ide besar anti kolonialismenya. Kesimpulannya pemimpin besar itu muncul karena fighting terhadap premanisme. Itulah alasan kenapa dipilih manusia, bukan Malaikat!
Bangsa manapun pasti akan mengalami konflik, termasuk Indonesia. Akhir-akhir ini tragedi warga Bima versus aparat dalam demonstrasi pembebasan pelabuhan dan berujung kematian. Sebelumnya warga Mesuji, Lampung berhadapan dengan timah panas brimob dalam perebutan lahan dengan PT BSMI. Bukan hanya aparat yang bertindak brutal, bahkan warga pun menjadi liar tak terkendali. Dalam kondisi semacam ini, sangat dibutuhkan kepemimpinan yang kokoh.
Strenght Leadership bukan sekedar pemimpin yang memiliki militer kejam. Akan tetapi pemimpin yang mampu bertahan dalam kondisi terburuk. Memiliki kecerdasan dalam menyelesaikan masalah. Terutama menyelesaikan konflik dengan bahasa masyarakat. Apa yang diinginkan warga Mesuji adalah pembebasan lahan yang diklaim pihak PT. BSMI. Menghadapi situasi yang sudah memanas, pemerintah memang harus tegas. Akan tetapi tegas yang dimaksud bukan membunuh warga. Yakni tegas menolak pemilik modal yang merugikan rakyat. sekali lagi pemerintah kudu tegas. Kalau cuma melempem jangan jadi manusia, jadi malaikat sajalah!
Teguh Indonesia
Tidak ada komentar