oleh:
Teguh Eko Sutrisno, S.Kom.I
Sekitar
34% penduduk kabupaten PALI masih berusia dibawah 15 tahun. Oleh karenanya
kebutuhan yang urgent untuk
disediakan adalah pangan, pendidikan dan kesehatan. Ketiga hal tersebut adalah kebutuhan mendesak
bagi penduduk usia muda seperti Bayi, Balita dan anak usia sekolah.
Pemenuhan gizi bagi 21.200 jiwa bayi, masih menjadi
Pekerjaan Rumah yang harus diselesaikan. Belum lagi fasilitas kesehatan yang
jauh dari cukup. Secara rasio, setiap 10.000 orang penduduk di PALI hanya
tersedia 1 orang dokter, 3 orang perawat dan 2 orang bidan. Bahkan data yang
bersumber dari BAPPEDA PALI, rasio jumlah fasilitas kesehatan cukup
memprihatinkan. Dari setiap 10.000 orang hanya tersedia 1 puskesmas dan 1
Puskesmas pembantu. Sementara untuk fasilitas rawat inap, kapasitas tempat
tidur yang tersedia di Rumah Sakit Talang Ubi pada saat ini sekitar 4 tempat
tidur untuk setiap 10.000 orang penduduk.
Data – data tersebut bila dibaca secara perlahan maka
membuat kita khawatir. Pada satu sisi tingkat kelahiran dan jumlah penduduk
muda sangat banyak. Sementara fasilitas dan tenaga kesehatan jauh dari cukup.
Bila tidak diselesaikan, sama artinya kita menyengaja penduduk tidak tumbuh dan
berkembang secara ideal. Mereka dibiarkan hidup tanpa sentuhan jaminan
kesehatan. Bahkan ditambah lingkungan masyarakat yang kurang sadar akan
kesehatan. Padahal Kesehatan fisik, perkembangan mental serta kecerdasan otak
harus dimaksimalkan pada usia 0 – 15 tahun. Secara tidak langsung hal ini
adalah ancaman bagi generasi muda.
Selanjutnya dengan data 34% penduduk PALI masih berusia muda
(0-15 tahun), artinya sebagian besar penduduk PALI adalah mereka yang masih
bergantung pada orang tua. Maka menjadi persoalan berikutnya adalah bagaimana
tingkat kerentanan kepala keluarga dalam menafkahi para ibu dan anak. Seandainya
kepala keluarga dengan alasan tertentu seperti sakit atau meninggal dunia, maka
para penduduk usia muda akan beresiko mengalami guncangan kesejahteraan sosial.
Tentu saja tak mungkin masalah ini bisa diselesaikan oleh satu orang. Butuh
kerjasama baik dari pemerintah, masyarakat dan peran dunia usaha.
Pemerintah saat ini memang fokus pada pembangunan
infrastruktur. Harapannya fasilitas kesehatan dan tenega kesehatan yang sudah
ada bisa dimaksimalkan. Terutama daerah padat penduduk yakni kecamatan Tanah
Abang (180 jiwa/km²) dan Kecamatan Talang Ubi (110 jiwa/km²).
Penambahan fasilitas kesehatan hingga ke dusun-dusun, tenaga kesehatan yang tak
kenal lelah melakukan sosialisasi hidup sehat. Bukan hanya pemerintah, Dunia
Usaha/CSR Perusahaan juga dituntut tanggung jawab sosialnya. Setidaknya pada
penduduk-penduduk yang tinggal di Ring-1
areal perusahaan. Begitu juga peran tokoh masyarakat yang mampu mengarahkan
masyarakat agar sadar terhadap kesehatan. Semisal Sosialisasi Konsumsi ASI,
Sosialisasi pola asupan kalori dan buah nan seimbang dan lain-lain.
Pendidikan yang belum
diminati masyarakat.
Cukup mencengangkan saat mengetahui bahwa 65,79 % penduduk
PALI hanya lulusan Sekolah Dasar (Sumber BPS, diolah dari data Susenas 2013).
Artinya motivasi masyarakat rendah dalam menyelesaikan sekolah, setidaknya
sampai kelas menengah. Hampir rata-rata penduduk yang berlatar belakang agraris
hanya berminat sampai tingkat Sekolah Dasar saja. Hal ini berbanding lurus
dengan jumlah penduduk yang berlatar belakang bekerja di Pertanian yang
mencapai persentase 63,04%. Karena untuk bekerja di sektor agraris tidak membutuhkan lulusan sekolah tinggi.
Cukup dengan kemampuan ‘melek huruf’ bisa baca dan tulis. Apalagi bagi
masyarakat yang hidup di sektor agraris tidak begitu tertarik pada kelas
sosial. Karena bagi mereka hal yang mendesak adalah jaminan keamanan dan
pemenuhan kebutuhan dasar. Apabila urusan perut dan tempat hidup telah selesai,
maka selesai sudah kebutuhan.
Di beberapa tempat, semisal di
Penukal Utara dan lainnya masih berjalan tradisi keluarga yang mendoktrin agar cukup
menamatkan sekolah sampai Sekolah Dasar saja. Sehingga perlu adanya upaya
penyadaran terhadap masyarakat akan pentingnya sekolah. Karena boleh jadi,
rendahnya akses pendidikan bukan karena alasan ekonomi. Namun lebih karena
kurangnya motivasi dari keluarga untuk bersekolah. Apalagi sampai ke perguruan
tinggi, masih jauh untuk diperbincangkan. Maka tugas berat bagi kita untuk
mewujudkan masyarakat yang kreatif dan inovatif bila sumber daya manusia kita masih
enggan bersahabat dengan dunia
pendidikan.
Mengurai Benang Kusut Kemiskinan
Apabila ditilik dari jumlah penerima
RASKIN di kabupaten PALI, yakni 10.012 Kepala keluarga. Dan jika diasumsikan
menjadi jumlah jiwa, maka jumlah penduduk miskin kita berada pada persentase
20,6 %. Angka yang fantastis bila disandingkan dengan persentase nasional yang
hanya berkisar 14% saja. Ada varian faktor yang menjadi
bianglala kemisikinan ini.
Pertama,
dari sudut pandang pendapatan dan pengeluaran. Secara keseluruhan PDRB
Perkapita tahun 2014 diperkirakan Rp. 30.587.959 per tahun per Kepala Keluarga.
Artinya bila dibuat kalkulasi bulanan maka pendapatan perkapita penduduk PALI
per bulan per Kepala Keluarga adalah sekitar Rp 2.500.000. Naik dua kali lipat
lebih dari tahun 2010 yang hanya berkisar Rp.1.100.000 per bulan. Namun angka
tersebut adalah angka perkapita bukan angka Riil door to door.
Seperti yang telah disebutkan 63,04
% penduduk PALI bekerja di sektor agraris, terutama perkebunan karet. Maka
pendapatan riil masyarakat sangat dipengaruhi oleh naik-turun harga karet. Sedangkan
kabar-buruknya harga karet saat ini cukup rendah berkisar Rp.5000 – Rp8.000,-
Sehingga berdampak pada pendapatan masyarakat. Belum cukup sampai disitu.
Masalah berikutnya adalah besarnya pengeluaran masyarakat. Setidaknya
dikarenakan inflasi kenaikan BBM tahun lalu membuat harga kebutuhan naik
‘menggila’.
Kedua,
dari sudut pandang kesempatan kerja. Masih bertumpunya lapangan pekerjaan di
sektor pertanian tidak mampu menjamin penambahan lapangan pekerjaan baru pada
tahun-tahun ke depan. Maka, persoalannya pertambahan angkatan kerja terus
melonjak, namun lapangan kerja tak kunjung meluas. Maka dibutuhkan pekerjaan
yang bersifat padat karya sebagai solusi jangka pendek. Namun untuk solusi
jangka panjang, sangat dibutuhkan keberanian membuka lapangan usaha di dunia
ekonomi kreatif dan sektor jasa.
Program Sosial, Langkah Awal Pengentasan
Kemiskinan
Program
Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Pada tahun 2015, Dinas Sosial Kabupaten PALI
menerima dana stimulan KUBE untuk 25 kelompok yang beranggotakan penduduk
miskin. Sebagian besar kelompok binaan Dinas Sosial ini menjalankan usaha
ternak, baik Lele ataupun kambing. Usaha ini harapannya dapat membantu
masyarakat dalam menambah pendapatan sampingan. Program ini bertujuan untuk
menambah peluang usaha masyarakat. Sekaligus mendidik mental hidup masyarakat
agar mau berorganisasi, mengerti manajemen keuangan dan mengenal birokrasi
perbankan. Sehingga, sekalipun program ini belum bisa menjamin peningkatan
pendapatan. Setidaknya mencoba untuk mendidik jiwa entrepreneur secara perlahan-lahan.
Kedua,
Program Keluarga Harapan (PKH).
Program ini diperuntukkan bagi Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) / Keluarga
Sangat Miskin (KSM). Tahun 2015 ini peserta program PKH Dinas Sosial PALI sudah
mencapai 1.635 RTSM/KSM. Program ini
berupa bantuan sosial dalam bidang kesehatan dan pendidikan bagi warga miskin
dengan sifat bersyarat. Program Bantuan Tunai Bersyarat ini tujuannya agar
tidak memanjakan masyarakat terhadap bantuan pemerintah. Karena bantuan akan
diberikan apabila keluarga sangat miskin tersebut bersedia memenuhi
persyaratannya. Semisal rutin memeriksakan anaknya ke puskesmas. Kemudian
menjamin anaknya masuk sekolah di atas 75% dll. Apabila persyaratan itu tidak
dipenuhi, maka bantuan akan dihentikan. Hal ini agar menumbuhkan kesadaran
masyarakat akan pentingnya pendidikan dan kesehatan.
Harapan Jangka Panjang Pengentasan
Kemiskinan
Sengkarut persoalan kemiskinan telah menjadi benang kusut.
Maka untuk mengurainya, diperlukan kerjasama banyak pihak. Alangkah beratnya,
jika semua dibebankan pada Dinas Sosial. Oleh karenanya masyarakat, Dunia
Usaha, Korporasi dan lintas sektor lainnya harus mengetahui tentang persoalan
kemiskinan ini. Baik tentang pemetaan, kondisi, strategi dan kendala yang
dihadapi dalam pengentasan kemiskinan di Kabupaten PALI. Karena tanggung jawab
ini butuh uluran tangan semua pihak untuk menyelesaikannya.
Sebagai gambarannya, dalam salah satu strategi pengentasan
kemiskinan. Dibutuhkan strategi yang benar-benar tepat sasaran. Semisal dalam
strategi jangka pendek. Bagaimana untuk menambah pendapatan, mengurangi
pengeluaran, menambah lapangan kerja, proyeksi dunia usaha di bidang ekonomi
kreatif dan jasa, jaminan sosial bagi pencari nafkah dan sebagainya.
Selanjutnya dalam strategi jangka panjang. Bagaimana strategi membangun sumber
daya manusia. Juga tak kalah pentingnya membangun lingkungan sosial dan ekonomi
yang mendukung.
oleh: Teguh Eko Sutrisno, S.Kom.I Sekitar 34% penduduk kabupaten PALI masih berusia dibawah 15 tahun. Oleh karenanya ke...