Oleh: Teguh Estro
Tiga
hari tak sadarkan diri. Hari ini untuk pertama kalinya ia terjaga. Ya, Gadis
eksotis bernama Maria terbaring di rumah sakit. Gadis berdarah Papua ini masih
berwajah dingin. Bukan pasal dirinya sakit, tapi ada kesedihan lainnya.
Mahasiswi semester akhir ini telah
kehilangan senyumnya sejak lama. Sejak Maria menginjakkan kakinya di Kota
Bandung ini, Serasa ia kehilangan dunianya. Ia merasa tidak seperti gadis
remaja lainnya yang cantik dan putih. Ya, kulitnya nan gelap membuat dirinya
minder. Menjadi wanita kelas dua yang kerap tersisih terus memenuhi penat di
batin kecilnya. Bahkan untuk menyukai seorang pria pun, Maria sudah tak punya
nyali.
Ruang
kamar ini cukup luas menampung ramainya keluarga yang membesuk. Namun semua
yang datang hanyalah berlalu-lalang. Senyum-senyum palsu menghampiri gadis
muslimah ini di pembaringannya. Sampai akhirnya Maria dikejutkan oleh hadirnya Salsa
si rambut pirang sang sahabat. Keduanya saling menatap tanpa berkata-kata.
Salsa dengan gaun pink-nya mencoba
mengecup kening sahabatnya itu. Dan ia berbisik kepada Maria yang
terbalut selimut.
“Mar,
ada surat untukmu. Bacalah dan lekas sembuh…” Salsa merogoh isi tasnya dan
memberikan surat itu pada gadis malang berkacamata di hadapannya.
***
Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarokatuh
Semoga lekas sembuh, Maria. Ini
hanyalah sebuah surat sederhana dari aku Adam. Meski kita kuliah di jurusan
yang sama, tapi entahlah apakah kamu mengenaliku. Namun yang pasti tidak ada
pria di kampus kita yang lebih banyak tahu tentang dirimu selain aku.
Saat mendengar kabar kamu dirawat
sampai tak sadarkan diri. Inilah awal dari kepanikanku. Sebelumnya tak hendak
kukirim surat ini, namun bagaimana lagi. Sampai saat ini aku tak juga berani
menemuimu, apalagi sampai berkata-kata di hadapanmu. Maria, mungkin sulit
bagiku untuk bertutur romantis layaknya pria lainnya. Namun ketahuilah kekhawatiranku
begitu mendalam. Semoga dirimu lekas sembuh ya Mar…
Dari :
Adam Syah
***
Maria menutup surat itu dengan manis. Ia belajar untuk
tersenyum kembali. Siapapun akan mengerti kalau senyuman Maria sungguh tak
biasa, sangat ceria dan riang. Ternyata bermula dari senyum itu, membuat waktu
dua hari menjadi terlalu lama untuk memulihkan sakitnya. Petugas medis akhirnya
menyilahkan dara 22 tahun itu untuk pulang.
Saat ini hanya ada satu nama di
benak Maria, ya itulah Adam Syah. Memang benar, Pria itu belum pernah ia jumpai
sama sekali. Tapi, tentu saja Salsa mengetahui siapa itu Adam Syah. Tak perlu
waktu lama untuk menyuburkan gejolak romansa di hati Maria. Kini ia tengah
digandeng Salsa berjalan lentik menuju kampus. Menuju sebuah tempat yang
dijanjikan untuk mempertemukan Maria dan Adam. Sudah lama Maria tak berdandan
sempurna, begitu manis dipandang. Salsa pun ikut berbahagia, karena sahabatnya
sejak awal kuliah itu kini tengah ‘merah merona’ pipinya.
Inilah perpustakaan kampus, di dalam
sana sudah ada Adam yang menunggu. Namun Maria tak kunjung beranjak masuk ke
dalamnya. Ia termenung sembari menurunkan tas gantungnya.
“Mar, ayo masuk sudah ditunggu…”
desak Salsa sembari berbisik.
“ Salsa, mungkin jangan hari ini.
Aku belum siap untuk bertemu. Aku takut” lembut Maria menjawab dan perlahan
berjalan menjauhi Salsa.
Maria berlari meninggalkan kampus
dan pulang. Ia tak ingin kecewa lagi. Ia hanya takut bila Adam sudah
menemuinya, ia akan bertingkah sama saja dengan pria lainnya. Semua pria hanya
memandang wanita dari fisik semata, tidak lebih. Daripada kecewa di kemudian
hari, lebih baik sakit pada awalnya. Dirinya lekas sadar bahawa ia tak secantik
apalagi seputih perempuan lainnya. Sesampainya di rumah, ia tak keluar rumah
dua hari lamanya. Telepon dari Salsa pun tak pernah diresponnya. Maria kembali
menyendiri lagi di kamarnya yang penuh kerlap-kerlip lampu. perlahan-lahan
Maria merindui ibunya yang sudah tiada. Ibunya dahulu selalu menjadi sandaran
bercerita. Dan saat ini hanya ada ayahnya yang tak mengerti harus bersikap
bagaimana.
Ayahnya adalah pengusaha yang
sebenarnya tidak cukup banyak waktu untuk menemani putri tunggalnya ini. Namun
melihat keanehan yang dialami Maria, membuat Zulkarnain sang Ayah tak tega
meninggalkan rumah. Berkali-kali setiap harinya Pria berbadan tegap ini
memperhatikan pintu rumah. Berharap ada teman-teman Maria yang datang. Biasanya
sehari-hari Maria yang menyiapkan makanan, namun kali ini Ayah kelahiran Sorong
itu harus membuatnya sendiri. Bisa ditebak makanan dengan ragam rasa tersedia
tak sempurna.
Maria turun dari kamar atas dan
mendekati meja makan. Setiap ayahnya mengajak bicara, gadis bernama lengkap
MariaAndrina itu hanya menjawab ringan. Suasana makan malam begitu dingin,
ditambah paras muka Maria yang menangkap rasa makanan yang aneh. Belum habis
hidangan yang tersedia, terdengar bunyi pintu rumah diketuk. Tentu saja inilah
yang paling dinanti-nantikan oleh Zulkarnain sang Ayah berkumis tebal. Berhari-hari
ia menanti ada orang yng datang dan menjenguk Maria putri tercintanya.
“Assalamu’alaikum….” Ternyata Salsa
yang datang.
“Wa’alaikumussalam…” Jawab
Zulkarnain sembari tersenyum membuka pintu berwarna hijau muda itu.
Zulkarnain senang bukan kepalang
melihat Salsa datang. Akhirnya putri tercintanya tidak sendiri lagi. Namun kali
ini Zulkarnain agaknya menahan senyumnya, melihat Salsa yang tidak lain anak
dari rekan bisnisnya itu membawa serombongan orang begitu banyak. Bukan saja
terkejut karena orang-orang itu tidak dikenali. Namun jumlah yang datang
terlalu banyak. Mungkin sekitar 50 orang dengan bermacam usia berpakaian rapi.
“Om, Salsa boleh masuk kan…” Tanya
Salsa sambil tersenyum kecil. Dan Zulkarnain hanya mengangguk diam tanpa ada
penolakan. Satu persatu tamu yang ramai itu masuk ke dalam tanpa risih. Salsa
pun salah tingkah melihat Zulkarnain yang belum beranjak berdiri di depan
pintu.
“Om, ayo duduk di dalam. Ini tamu
penting…” sekali lagi Salsa menegur Zulkarnain yang bengong. Seperti tersihir
oleh kejadian yang ada, Ayah berkepala lima itu mengikuti saja apa yang
diucapkan oleh Salsa dengan berpakaian kebaya. Bahkan Zulkarnain tak sempat
bertanya tentang siapa yang datang ini. Kalaulah ada kejadian yang
mengejutkannya sekali lagi, tentu bisa dipastikan Zulkarnain sudah pingsan.
Bingung, kaget dan aneh bercampu-aduk di benak Zulkarnain.
“Om Mohon maaf sebelumnya tidak
memberi kabar terlebih dahulu. Ini saya perkenalkan teman saya di kampus dan
teman Maria juga sih. Namanya Adam Syah” Ujar Salsa sembari menunjuk Pria muda
berkacamata di sampingnya.
“ Dan kedatangan Adam dan keluarga
besarnya ini, bermaksud hendak melamar putri Om, Maria dan….” Belum selesai
Salsa meneruskan ucapannya, semua yang hadir dikejutkan dengan kondisi
Zulkarnain yang sudah jatuh pingsan.
*****
“Kakek,
Ayah, ayo tangkap Bolanya….!!!” Teriak si Fairuz cilik kepada Zulkarnain dan
Adam yang sebenarnya sudah kelelahan menemani si jagoan kecil ini bermain bola.
Dari kejauhan Maria hanya tersenyum
kecil melihat ketiga pangerannya asyik bermain. Sambil mengelus perutnya yang
sedang hamil, Maria hanya berdoa. “Ya Allah, Lindungi kami, lindungi keluarga
kami…”
Tidak ada komentar