‘Gong’ perang ekonomi Indonesia-Cina telah dimulai. Tepatnya 1 Januari lalu perjanjian ASEAN-Chinese Free Trade Agreement (AC-FTA) berlaku. Perjanjian yang dibuat 8 tahun lalu itu berisi tentang kebijakan ekspor dan impor ASEAN-Cina. Kini, barang impor dari negeri tirai bambu itu tidak lagi dikenakan bea masuk sedikitpun. Padahal sebelum adanya tarif 0% saja, produk-produk Cina telah menjamur di Nusantara. Sehingga jangan terkejut jika dalam waktu dekat ini, merk-merk negara beribu kota beijing tersebut pasti meramaikan pasaran Indonesia. Mulai dari produk elektronik, tekstil, furniture dan lain-lain yang tentu menjadi lahan empuk bagi pemerintah Cina. Hal tersebut karena output industri mereka jauh lebih murah. Pertanyaanya, Bagaimana dengan nasib Industri domestik? Akankah pengusaha dalam negeri ramai-ramai gulung tikar karena tidak kuat bersaing? Lalu akankah jutaan buruh mampu terselamatkan dari gelombang PHK? Sungguh tepat jika bang Haji Rhoma Irama berujar “Sungguh terlalu....!”
Dalam perjanjian perdagangan bebas ini, Pemerintah sungguh melakukan kesalahan fatal. Bukan persoalan kesepakatannya, akan tetapi tindak lanjut tim ekonomi yang begitu lamban. Sejak tahun 2002 lalu, seharusnya pemerintah benar-benar telah mempersiapkan sektor industri mana yang akan menjadi produk unggulan Indonesia. Dengan mempercepat pembenahan infrastruktur berupa perbaikan jalan dan irigasi. Pendampingan UMKM dan menindak banyaknya pungli di sana-sini setidaknya telah menjadi agenda yang digarap serius sejak 2002 lalu. Sehingga biaya produksi Industri hingga sekarang bisa benar-benar ditekan. Namun anehnya ketika AC-FTA telah berlaku, barulah MENKO Perekonomian sibuk bersuara untuk membentuk Tim Penanggulangan Masalah Industri dan Perdagangan (TPMIP). Itulah solusi reaktif pemerintah untuk mengatasi masalah rakyat.
Indonesia memiliki Sumber daya manusia yang banyak nan murah. Ditambah lagi melimpah ruahnya bahan baku dari sabang sampai merauke. Sebenarnya kedua hal tersebut sudah lebih dari cukup untuk mempersiapkan peningkatan iklim industri domestik. Namun sayangnya tahun demi tahun untuk persiapan itu telah lewat. Dan kini, ‘Gong’ kesepakatan AC-FTA sudah berbunyi sedangkan industri lokal tidak siap menghadapinya. Jangankan mau berbicara kemajuan tren ekspor ke luar negeri, menghadapi pesaing di kandang sendiri saja sudah pasti kesulitan. Belum lagi efek domino dari kelesuan industri lokal yang seolah telah mengancam di depan mata. Sebut saja PHK kaum buruh yang tentunya menambah daftar pengangguran struktural di indonesia. Lalu, kemiskinan meningkat drastis yang konsekuensi logisnya akan menambah marak kriminalitas.
Tidak ada komentar