Oleh: Teguh Estro*
Orangutan diambang kepunahan. Menurut para ahli seperti dilansir dari BBC pada Jumat (28/10/2011), hewan ini terancam punah pada tahun 2023. Populasi kera besar ini terus berkurang 3000-5000 spesies pertahunnya. Padahal saat ini hanya tersisa 25.000 orang utan di seluruh dunia. selanjutnya hewan langka warisan hutan nusantara ini tinggal menghitung masa kepunahannya.
Habitat orangutan mulai terdesak oleh deforestasi yang dilakukan manusia. Kegiatan logging baik yang ilegal maupun legal, perluasan wilayah perkebunan, kebakaran hutan dan perburuan liar menjadi pasalnya. Bahkan beberapa waktu lalu begitu menyedihkan setelah terungkap pembantaian sekitar 1.200 orangutan di Kotawaringin, Kalimantan Timur. Terduga genocide ini terjadi berkisar tahun 2009-2010 yang dilakukan oknum-oknum di areal perkebunan kelapa sawit. Wajar saja karena pemerintah begitu mudah memberikan izin perkebunan atau penambangan yang sudah mencapai ratusan per kabupaten di pulau Borneo ini.
Dilematis Konservasi Orangutan
Penanganan pemeliharaan orangutan sungguh dilematis di sana-sini. Di satu sisi jika mereka dipelihara oleh pihak konservator, tentu terkendala biaya pemeliharaan. Bahkan di daerah ragunan, beberapa spesies ‘dikandang’ ditempat yang tidak ‘berprikehewanan’. Untuk makan saja, mereka bergantung pada makanan yang dilemparkan oleh anak-anak saat berkunjung. Sehingga hewan yang sangat lambat bereproduksi ini mengalami ‘depresi’ berat jika harus ‘dikandang’. Dan memang selayaknya ia hidup bebas sebagai hewan sejati. Akan tetapi di sisi lain jika orangutan dilepas-liarkan maka akan berhadapan dengan predator berbahaya, Manusia…! bahkan saat ini hampir 70% dari satwa omnivora ini sudah hidup diluar kawasan konservasi. Dan bahayanya mereka harus berjuang menghadapi para pemburu yang tidak berbelaskasihan.
Penuntasan problem ini memang harus disupport oleh berbagai pihak. Dan tentu saja pihak yang paling bertanggung jawab yakni mereka para perusak hutan. Selama 20 tahun terakhir, habitat orangutan telah berkurang 80%. Sehingga wajar jika fauna langka ini masuk ke areal perkebunan dan penambangan. Karena ‘dulu’nya areal tersebut merupakan ‘tanah air’ mereka. Selanjutnya dari pihak pemerintah harus menindak tegas para pembantai orangutan dengan hukuman yang berefek jera. Begitupun dengan izin perkebunan dan penambangan harus segera dikurangi bahkan diawasi secara ketat. Bagaimana mungkin di sebuah kabupaten terdapat 140 izin pertambangan yang diterbitkan pemerintah.
Selanjutnya bagi pihak pengasuh di taman hutan konservasi kudu memperhatikan kondisi kejiwaan orangutan. Konon, orangutan yang hidup bahagia lebih lama hidup tinimbang yang hidup stress di dalam kandang tak diurus. Begitu juga perhatian terhadap para ‘betina’. Pasalnya orangutan betina cenderung lebih pasrah bila bertemu bahaya. Jika terjadi kebakaran, pembantaian atau tertangkap predator, mereka hanya diam. Hal ini tidak lain karena mereka labih memilih mengorbankan diri agar anak-anak bisa berlari jauh dari predator. Padahal jika jumlah betina menurun maka kepunahan akan kian cepat terjadi. Pasalnya mereka hanya mampu melahirkan maksimal 3 sampai 4 anak seumur hidupnya.
Menyedihkan, kelak anak-cucu bangsa ini hanya bisa mendengar kisah orangutan sebagai satwa yang pernah ada di Indonesia. Mereka bercerita tentang bagaimana ‘bapak-ibu’ nya yang menewaskan primata imut tersebut.
*Penulis menghayati tulisannya
Kasian ya kalo orang utan punah
BalasHapusmereka pengen dilindungi
liat aja tuh gambarnya, saling berpelukan, pengen ngerasa aman
Orang Utan harus dilindungi, karena hewan ini adalah nenek moyang kita.., benar2 kejam sekali manusia.., membunuh nenek moyangnya
BalasHapusOrang Utan Terancam Kepunahan.
BalasHapusLahannya digusur manusia
Orang Utan dewasa dibunuh dan yang anak-anak dijual..
Pelukannya erat sekali....
BalasHapustak mau dilepaskan...
T_T