Teguh Indonesia

Menu
Teguh Indonesia


Desa Tempirai, sebuah desa yang terletak di Kecamatan Penukal Utara Kabupaten PALI. 

Menyimpan kekayaan budaya yang unik dan sarat makna. Salah satu tradisi yang masih bertahan hingga kini adalah Peturan, sebuah sistem tutur yang mengatur panggilan khas bagi setiap anggota keluarga. Tradisi ini bukan sekadar cara berkomunikasi, melainkan juga menjadi fondasi sosial yang menjaga harmoni dan kekeluargaan dalam masyarakat. 

Dalam konteks globalisasi yang kian menggerus nilai-nilai lokal, Peturan menjadi benteng budaya yang melindungi generasi muda dari dampak negatif perubahan sosial.

Peturan: Lebih dari Sekadar Panggilan

Peturan adalah sistem tutur yang menetapkan panggilan khusus bagi setiap anggota keluarga, mulai dari kakek (Puguk), nenek (Kajut), paman (Mamak), hingga kakak ayah (Mak Barap). Bahkan, keluarga besan dan ipar pun memiliki panggilan khusus. Hal ini menciptakan hierarki sosial yang jelas namun tidak kaku, karena setiap panggilan mengandung makna penghormatan dan kedekatan emosional.
Misalnya, panggilan Misat untuk paman bungsu tidak hanya menunjukkan urutan kelahiran, tetapi juga mencerminkan peran dan tanggung jawabnya dalam keluarga.

Tradisi ini tidak hanya berlaku dalam lingkup keluarga inti, tetapi juga meluas ke masyarakat luas. Setiap warga desa Tempirai, meskipun tidak memiliki hubungan darah, tetap menggunakan panggilan-panggilan ini sebagai bentuk penghormatan dan pengakuan terhadap ikatan sosial yang telah terjalin. Dengan demikian, Peturan menjadi alat untuk mempertahankan suasana kekeluargaan yang dominan dalam setiap kegiatan masyarakat.

Peturan sebagai Resolusi Konflik
Salah satu aspek menarik dari Peturan adalah kemampuannya menjadi alat resolusi konflik. Dalam teori sosial, konflik sering kali muncul akibat ketidakseimbangan kekuasaan atau kesalahpahaman dalam komunikasi. Namun, di Desa Tempirai, Peturan berfungsi sebagai mekanisme kontrol sosial yang mencegah konflik sebelum terjadi. Istilah Pandangan menjadi kunci di sini. Setiap anggota keluarga memiliki "pandangan" terhadap anggota lainnya, yang berarti mereka harus menjaga sikap dan perilaku agar tidak merusak hubungan kekeluargaan.


Misalnya, ketika terjadi ketegangan antara dua keluarga, panggilan-panggilan dalam Peturan mengingatkan mereka akan ikatan sosial yang telah terjalin. Seorang Mamak (paman) tidak akan mudah marah kepada keponakannya karena ia "memandang" keponakannya sebagai bagian dari keluarganya. Dengan demikian, Peturan tidak hanya memudahkan silaturahmi, tetapi juga menjadi alat untuk meredam konflik dan memulihkan harmoni sosial.

Globalisasi dan Tantangan bagi Peturan
Di era globalisasi, nilai-nilai tradisional seperti Peturan menghadapi tantangan besar. Generasi muda di Desa Tempirai mulai terpengaruh oleh budaya luar yang lebih individualistik. Namun, justru di tengah arus globalisasi ini, Peturan menjadi senjata budaya yang ampuh. Tradisi ini mengajarkan generasi muda untuk tetap menghormati orang lain, menjaga ikatan sosial, dan memahami pentingnya nilai-nilai kekeluargaan.

Studi historis menunjukkan bahwa tradisi tutur serupa juga ditemukan di berbagai wilayah di Indonesia, seperti tradisi Sapaan Adat di Minangkabau atau Tutur Pinompar di Batak. Di Minangkabau, misalnya, sistem tutur digunakan untuk menjaga hubungan harmonis antara mamak (paman) dan kemenakan (keponakan). Sementara di Batak, tutur pinompar menjadi alat untuk mempertahankan silsilah keluarga dan menghindari konflik internal. Persamaan ini menunjukkan bahwa tradisi tutur bukan hanya milik Desa Tempirai, tetapi juga menjadi bagian dari warisan budaya Nusantara yang lebih luas.

Catatan Pinggir: Peturan dalam Teori Sosial
Dalam perspektif teori sosial, Peturan dapat dilihat sebagai bentuk social capital (modal sosial) yang memperkuat kohesi masyarakat. Menurut Pierre Bourdieu, modal sosial adalah jaringan hubungan sosial yang memungkinkan individu atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama. 

Peturan menciptakan jaringan ini melalui panggilan-panggilan yang sarat makna, sehingga setiap anggota masyarakat merasa terhubung dan bertanggung jawab satu sama lain.

Selain itu, Peturan juga mencerminkan konsep collective consciousness (kesadaran kolektif) yang dikemukakan oleh Emile Durkheim. Kesadaran kolektif ini terbentuk melalui nilai-nilai dan norma yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dalam konteks Desa Tempirai, Peturan menjadi bagian dari kesadaran kolektif yang mengikat masyarakat dalam satu ikatan sosial yang kuat.

Kesimpulan
Tradisi Peturan di Desa Tempirai adalah contoh nyata bagaimana budaya lokal dapat menjadi solusi bagi permasalahan sosial. Melalui sistem tutur yang khas, tradisi ini tidak hanya mempertahankan harmoni keluarga, tetapi juga menjadi alat resolusi konflik dan benteng budaya di era globalisasi. Studi historis menunjukkan bahwa tradisi serupa juga ditemukan di wilayah lain di Indonesia, yang menegaskan pentingnya nilai-nilai tutur dalam menjaga kohesi sosial.

Dalam catatan pinggir ini, Peturan tidak hanya dipandang sebagai tradisi lokal, tetapi juga sebagai warisan budaya yang memiliki relevansi universal. Di tengah perubahan zaman, tradisi seperti Peturan mengingatkan kita akan pentingnya menjaga nilai-nilai kekeluargaan dan kebersamaan sebagai fondasi kehidupan sosial yang harmonis.
Teguh Indonesia

Desa Tempirai, sebuah desa yang terletak di Kecamatan Penukal Utara Kabupaten PALI.  Menyimpan kekayaan budaya yang unik dan sarat makna. Sa...
Teguh Estro Kamis, 30 Januari 2025
Teguh Indonesia


Pencerahan penting mengenai hasil temuan Lapangan benda diduga Cagar budaya di desa Panta Dewa. Sampel batu dan serpihan besi dibawa ke Balai Pelestarian Kebudayaan [BPK] Wilayah VI. Tim Ahli Cagar Budaya [TACB] Kabupaten PALI berdialog bersama rekan-rekan arkeolog si BPK Wilayah VI tersebut. 

Sebuah objek masa lalu dibahas dari dimensi material kandungan logam dan mineral lainnya. membedah timeline historis, kajian budaya masyarakat agraris dan tidak lupa cerita peradaban sungai sebagai transportasi primer di waktu lampau.


Diduga terdapat lokasi pandai besi yang memproduksi alat pertanian dahulu kala. #PeradabanTanahMerah

Dugaan berawal pada hari Kamis, 09 Januari 2025 seorang warga bernama ibu Lidia menemukan bongkahan batu merah dan besi di tanah seluas 30 x 50 m. Lahan tersebut milik bapak efendi di dusun II Desa Panta Dewa Kabupaten PALI.


Sempat Viral di sosial media, beberapa hari kemudian warga dan awak media melaporkan kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten PALI.

Tanggal 16 Januari Tim Ahli Cagar Budaya [TACB] Kabupaten PALI turun ke lokasi melihat dari dekat lokasi galian. Diketuai oleh kepala Disbudpar ibu Novi Pebrianti, ST., MT. Rombongan TACB mengambil beberapa sampel batuan untuk dibawa uji laboratorium.

Beberapa sebaran benda tersebut antara lain batu merah, lelehan besi, keramik lama dan campuran tanah dan karat besi. 


Beberapa fakta menarik lainnya adalah lokasi temuan berada sekitar 100 meter dari sungai Sebagut. Dengan mata pencaharian petani karet, warga desa Panta Dewa hidup kesehariannya. Beberapa rumah bari masih mudah ditemukan disana. Meskipun sudah direnovasi bagian-bagianya. Dengan ukiran unik di sudut-sudut papan rumah. #PeradabanTanahMerah


Sayangnya tidak didapatkan catatan yang tertulis dari benda-benda yang ditemukan. Satu-satunya tulisan yang bisa dijadikan petunjuk di desa Panta Dewa adalah catatan makam leluhur puyang "Mpu Rawi Dewo" tercatat wafat pada tahun 1813


Bila melihat timeline sejarah, tahun 1813 masih terbilang muda. Era Majapahit telah mengalami keruntuhan diganti dengan Kerajaan-kerajaan kecil nusantara. Di tahun tersebut diperkirakan satu zaman dengan kesultanan Palembang.

Sempat warga sekitar bertutur bahwa mereka sering diceritakan oleh para orang tua bahwa puyang Mpu Rawi datang dari negeri Tiongkok. Mpu Rawi diperkirakan pada abad ke-18 bermukim dan berkeluarga di daerah yang sekarang dinamakan Desa Panta Dewa.

Selain dugaan arkeologis dan historis, terdapat kajian menarik dari sudut pandang geografis. Sebagaimana dikatakan bapak Iwan dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VI bahwa lokasi temuan di area sekitar sungai bisa menjadi petunjuk. 

Bisa saja dahulu sungai Sebagut tersebut merupakan jalur transportasi primer di masa itu. Sehingga diduga terdapat kegiatan yang memobilisasi benda semacam gerabah, alat pertanian atau keramik. 

Mungkin kegiatan dagang atau kerajinan pandai besi semua masih terbuka untuk dikaji. Termasuk pendapat pak Iwan dari BPK Wilayah VI bahwa batu tersebut merupakan hasil sedimentasi sungai yang mengendap bertahun-tahun.
#PeradabanTanahMerah



Teguh Indonesia

Pencerahan penting mengenai hasil temuan Lapangan benda diduga Cagar budaya di desa Panta Dewa. Sampel batu dan serpihan besi dibawa ke Bala...
Teguh Estro Sabtu, 18 Januari 2025
Teguh Indonesia



Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir [PALI] melakukan peninjauan langsung ke lokasi penemuan benda dan logam yang diduga sebagai objek diduga Cagar budaya [ODCB]... 


Teguh Indonesia

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir [PALI] melakukan peninjauan langsung ke lokasi penemuan benda dan logam...
Teguh Estro Kamis, 16 Januari 2025
Teguh Indonesia


"Daripada mengutuk kegelapan, lebih baik menyalakan pelita"

Ungkapan ini cocok untuk melukiskan pikiran maestro seniman Kabupaten PALI, Kyai Hasan Muslim. Beliau kerap menjadi kanal curhat masyarakat mengenai anak-anak yang berbakat melukis namun tak punya wadah aktualisasi. 

Beliau mendirikan Bengkel Seni Rupa "Pondok 23" di Desa Betung, Kecamatan Abab, Kabupaten PALI. Filosofi Pondok 23 yang dipakai bermakna tempat mengasah kemampuan perupa 2 dimensi dan 3 Dimensi.

Dengan gamblang beliau menyadari hal ini tak akan mudah. Karena ragam keterbatasan sarana dan prasarana. Namun ada satu senjata simpanan beliau, yakni pemandian paye di belakang sanggar Seni tersebut.


Perpaduan seni dan alam mengaduk imajinasi para murid.


Teguh Indonesia

"Daripada mengutuk kegelapan, lebih baik menyalakan pelita" Ungkapan ini cocok untuk melukiskan pikiran maestro seniman Kabupaten ...
Teguh Estro Sabtu, 21 Desember 2024
Teguh Indonesia


Kedatangan Pak Taufik Wijaya, penggiat budaya penerima dana indonesiana Tahun 2024. Kami kerap menyapanya dengan om TEWE. Beliau punya concern terhadap kajian lingkungan.

Terpilihnya desa Tempirai menjadi rumah diskusi khususnya tema lahan basah. Malam itu diawali dengan pemutaran film dokumenter yang penuh kritik sosial terhadap keberlanjutan lingkungan.

Obrolan dialogis dengan sentuhan seni sastra cukup ampuh men delivery pesan penyadaran kerusakan lingkungan. Pemilihan sub tema nan unik, seperti "Baung Tak pernah Pulang" memanjakan imajinasi penonton di pelataran gedung Kampung Inggris Tempirai.

Beberapa akademisi dari UIN Raden Fatah Palembang memperdalam narasi tiap liputan dokumenter tersebut. Pendekatan budaya menjadi pisau analisa. Bahkan anak-anak pelajar Kampung Inggris Tempirai dibuat antusias. 

Beberapa retoris yang dilontarkan terkait masihkah anak-anak desa Tempirai hafal nama-nam Ikan di sungai? Apa saja alat penangkapan ikan yang diketahui? Adakah cerita-cerita dari orang tua mengenai kehidupan sungai?. 

Malam itu menjadi meriah dihadiri ibu Siska Akhira, SH Kepala Bidang Kebudayaan Disbudpar PALI. Tokoh-tokoh Pemuda Derry dan Abri sebagai Juara Pemuda Pelopor Provinsi Sumatera Selatan. 





Teguh Indonesia

Kedatangan Pak Taufik Wijaya, penggiat budaya penerima dana indonesiana Tahun 2024. Kami kerap menyapanya dengan om TEWE . Beliau punya conc...
Teguh Estro Minggu, 08 Desember 2024
Teguh Indonesia

Oleh : Teguh Estro


Pemajuan kebudayaan bertujuan untuk apa? bisa kita ambil beberapa studi kasus di daerah lain. 

1. Budaya Sintowo Maroso di daerah POSO digunakan untuk resolusi Konflik Sosial di sana. 
2. Tradisi Sasi di daerah Maluku digunakan untuk tujuan pelestarian Lingkungan. 
3. Tradisi syari'at islam di Aceh digunakan untuk penguatan Norma di masyarakat. 
4. Budaya Tri Hita Karana di Bali digunakan untuk Pelestarian Ekologis
5. Budaya wayang di Jawa digunakan oleh kaum agamawan walisongo untuk sarana pendidikan agama. 
6. Dsb... 

Kedalaman Makna mengenai goal setting mempengaruhi arah dari Narasi yang akan dibuat untuk masing-masing OPK (Objek Pemajuan Kebudayaan).

Untuk gambaran seperti masyarakat Aceh, seluruh jenis seni Tari, seni Sastra, tradisi lisan dll hampir merata bernafaskan tujuan mengangkat Norma Agama Islam.

Masyarakat BALI juga banyak seni Tari, Arca, ritual tradisional sangat terasa nilai-nilai pemeliharaan alam bernafaskan hinduism.

Masyarakat Ngada di Nusa Tenggara, Tarian, Ritual dan hukum adat menggunakan corak ajaran gereja. 

Dan masih banyak lagi, kapan-kapan kita ngobrol nian, ini soalnya sambil ngasuh anak, jadi dak fokus lagi ngetik... 🤭

Teguh Indonesia

Oleh : Teguh Estro Pemajuan kebudayaan bertujuan untuk apa? bisa kita ambil beberapa studi kasus di daerah lain.  1. Budaya Sintowo Maroso ...
Teguh Estro Kamis, 28 November 2024
Teguh Indonesia


Oleh : Teguh Estro 
(Tim Ahli Cagar Budaya/TACB PALI) 


Ditemukannya arca kepala Sri Bhairawa pada Candi 3 di komplek percandian Bumiayu menambah cerita baru terhadap narasi sejarah. Acapkali diceritakan oleh senior kami Dr. Sondang Martini Siregar bahwa corak pada situs Candi 3 di komplek percandian ini merupakan ciri aliran Tantrayana.

Secara ikonografi arca kepala Bhairawa ini tentu kian memperkuat dugaan aliran Tantrayana. Karena salah satu ajaran paham Bhairawa pada beberapa abad silam ini adalah ritual "Panca Makara Puja". Dari sekian ritual tersebut terdapat dua ritual unik yang bisa diteliti relevansinya terhadap kondisi saat ini. Yakni Ritual Matsya (Makan Ikan) dan Ritual Mudra (Menari).

Dua ritual tersebut bila ditarik esensinya, maka masih relevan dalam ingatan kolektif masyarakat PALI. Sekali lagi ini pembahasan dari sudut pandang esensinya. Karena secara fisik, ajaran Bhairawa ini sudah tak ditemukan pada masyarakat PALI.

MATSYA, bermakna ritual makan ikan bisa direlevansikan dengan semangat menengahkan program pangan bergizi. Apalagi masyarakat PALI memiliki sejarah kuat pada peradaban sungai. Konsumsi ikan sebagai penyumbang gizi adalah pemaknaan yang tepat ritual Matsya di era kekinian. Ditambah satu lagi masyarakat PALI bahkan memiliki makanan khas yakni Ikan Sagarurung yang telah tersohor. 

MUDRA, ritual tarian. Pada masa lampau pada era Hindu-Budha raja-raja Nusantara menganggap ritual ini untuk menambah kharisma. Esensi yang kita tangkap bahwa seni tari merupakan konsumsi kelas bangsawan di masa lalu. 

Sehingga relevansi di masa sekarang dirasa agak tepat bila tren mengangkat Tarian Lokal menjadi perwujudan Mudra saat ini. Bahkan masyarakat PALI telah memiliki tarian lokal yang telah menjadi Warisan Budaya Tak Benda dari KEMENKUMHAM RI. Yakni, Tari Dundang dari Tanah Abang serta Tari Lading dari Penukal Utara.

Tentu saja tulisan ini hanya opini dan obrolan di warung kopi. Sehingga pasti didapati banyak kekeliruan di dalamnya. Semoga menjadi diskusi menarik terutama khazanah budaya bagi masyarakat PALI. Tabik.

Teguh Indonesia

Oleh : Teguh Estro  (Tim Ahli Cagar Budaya/TACB PALI)  Ditemukannya arca kepala Sri Bhairawa pada Candi 3 di komplek percandian Bumiayu mena...
Teguh Estro Selasa, 19 November 2024
Teguh Indonesia


PALI, CS - Kampung Digital Air Itam berkolaborasi dengan para pendidik di Kabupaten PALI, menggelar Gerakan Guru Go Digital di Bumi Serepat Serasan.

Gerakan yang diinisiasi oleh Kampung Digital Air Itam itu memberikan inspirasi kepada para guru untuk bisa menggunakan tools Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, seperti Chatgpt dan Google Gemini.

Pembina Kampung Digital Air Itam, Teguh Eko Sutrisno, S.Kom.I menerangkan bahwa digelarnya kegiatan tersebut tidak lain untuk merangkul para pendidik agar bisa menjadikan tools AI (chat GPT dan Google Gemini) sebagai penunjang pembelajaran.

"Beberapa waktu lalu, kegiatan tersebut dilaksanakan di SMA Negeri 1 Penukal. Selanjutnya sekolah lainnya akan kita datangi untuk memberikan inspirasi untuk bisa memanfaatkan teknologi tersebut," jelas Teguh.


Pada kesempatan kemarin, Kampung Digital Air Itam berkolaborasi bersama Komunitas Pandu Digital SMA N 1 Penukal. Didampingi oleh dua pemateri Irpansyah yang merupakan founder Kampung Digital Air Itam dan Agus Munir, S.Pd yang merupakan Guru Penggerak sekaligus Member Google Gemini Academy.

"Peserta yang mengikuti kegiatan Gerakan Guru Go Digital di SMAN 1 Penukal itu dihadiri oleh guru-guru di desa yang ada di kecamatan Penukal baik tingkat SMP maupun SMA," imbuhnya.

"Tujuan yang ingin dicapai, tentunya agar guru melek (mengetahui dan cakap, red) terhadap tools AI (Chat GPT dan Google Gemini) yang kerap disalahgunakan sebagai jalan pintas materi pembelajaran. Kemudian dalam kesempatan itu juga memberikan cara untuk menyikapinya secara bijak," tuturnya.

Ke depan, Gerakan Guru Go Digital ini akan menyasar ke guru-guru yang ada di kabupaten PALI. "Tentunya Gerakan Guru Go Digital ini diharapkan bisa secara masif dilaksanakan dan bisa menginspirasi seluruh guru yang ada di kabupaten PALI, sehingga menjadi melek digital," pungkasnya. (Red)

source : https://www.citrasumsel.com/pendidikan/60486068/kampung-digital-air-itam-inspirasi-guru-di-pali-melek-digital-gunakan-tools-ai-untuk-pembelajaran

Teguh Indonesia

PALI , CS -   Kampung Digital Air Itam   berkolaborasi dengan para pendidik di Kabupaten PALI, menggelar Gerakan Guru   Go Digital   di Bumi...
Teguh Estro Rabu, 31 Juli 2024
Teguh Indonesia



Talang Ubi, PALI
 – Program PALI Mengajar baru saja menyelesaikan tahap wawancara di Cafe Tanzu Cotta, Jalan Merdeka, Talang Ubi Utara, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir, Sumatera Selatan. Dari 27 peserta yang lulus tahap administrasi, hanya 22 yang hadir dalam wawancara, dan akhirnya hanya 8 orang yang dinyatakan lulus.

Ketua pelaksana, Hari Matahari, bersama wakilnya, menyampaikan rasa syukur atas suksesnya pelaksanaan tahap wawancara ini.

“Alhamdulillah, hari ini kita telah selesai melaksanakan tahap wawancara untuk peserta PALI Mengajar Batch III. Dari 27 peserta, akhirnya kita mendapatkan 8 peserta yang akan melakukan pengabdian,” ujarnya kepada media pada Senin, 8 Juli kemarin.

Di kesempatan terpisah, Founder PALI Mengajar, Dwiki Sandy, S.Pd., yang didampingi Co-Founder Riyan Aswari, S.Kom., menambahkan bahwa kegiatan ini akan menjadi wadah bagi pemuda di Kabupaten PALI.

“Selamat kepada adik-adik yang dinyatakan lulus dan selamat bergabung menjadi keluarga PALI Mengajar. Kegiatan ini menjadi wadah bagi calon-calon pemimpin muda, yang siap berperan dan berkontribusi bagi daerah. Anak muda tidak perlu diberikan materi, tapi diberikan kesempatan. Kesempatan untuk membuat perubahan. Mari membawa nilai perubahan dan mengabdi untuk daerah,” ucap Dwiki.

Pada Selasa, 9 Juli, Teguh Eko Sutrisno, S.I.Kom., pembina sekaligus penggerak komunitas pemuda di Kabupaten PALI, juga mengucapkan selamat kepada 8 peserta yang lulus.

“Alhamdulillah, PALI Mengajar Batch 3 sudah terpilih para volunteer-nya. Tahun ini, isu utama kita adalah rendahnya budaya literasi di dusun, bahkan di jenjang SMP masih ada yang belum bisa membaca. Harapannya, para volunteer bisa meramu analisa sosial yang tepat saat mengabdi nanti,” ujarnya. (***)


Teguh Indonesia

Talang Ubi, PALI  – Program PALI Mengajar baru saja menyelesaikan tahap wawancara di Cafe Tanzu Cotta, Jalan Merdeka, Talang Ubi Utara, Kabu...
Teguh Estro Kamis, 11 Juli 2024
Teguh Indonesia



HPC,PALI - Setelah lama vakum, band asal Penukal Abab Lematang Ilir (PALI),Sumatera Selatan ini akhirnya kembali dengan merilis single baru.


Single baru bertajuk “Kacang Naik Lanjaran” menandai kembalinya mereka ke dunia musik setelah vakum selama 7 tahun lamanya tidak merilis lagu.Single baru ini dirilis pada Sabtu 29 Juni 2024.


Lagu Kacang Naik Lanjaran merupakan single kedua Smenew,setelah singgle pertama mereka yang berjudul Bangga Jadi Wong PALI dirilis pada tahun 2017.


Mengutip dari Channel YouTube Teguh Estro Official, yang merupakan manager sekaligus pencipta lagu Kacang Naik Lanjaran,lagu dikemas dalam genre Pop melayu,dimana lirik lagunya mengandung penuh falsafah hidup. 


"Ibarat tanaman kacang yang sedang naik lanjaran terus menjalar ke atas melewati media jalaran.Sudah menjadi sifat alamiah tanaman yang terus merambat ke atas menuju cahaya matahari. Biasanya kacang merambat jarang yang bergerak ke arah bawah atau tanah," Ujar Teguh.


“Salah satu pelajaran yang bisa diambil, banyak orang yang ketika sedang berproses dalam kehidupan yang seperti kacang naik lanjaran. Merambat dibantu oleh kerabat menuju ke atas dan sayangnya saat diatas pergaulannya pun selalu bersama kalangan atas,tak pernah lagi bergaul dengan kalangan bawah yang mungkin pernah membantunya saat merambat dulu.”,tambah Teguh Estro.


Smenew kini digawangi oleh Alit noy di vocal, Anjas Rohee di Lead gitar, Dori Cuplex di gitar, Adon Slank di Bass dan Andy Muary di drum.


Nah, gimana Hiters tertarik ingin mendengar karya baru dari Smenew Band.Kamu bisa klik di link ini https://youtu.be/n2kA8DI0Cs4?si=HKL6T4Vj-ArlYVUD

Teguh Indonesia

H P C,PALI -  Setelah lama vakum, band asal Penukal Abab Lematang Ilir (PALI),Sumatera Selatan ini akhirnya kembali dengan merilis single ba...
Teguh Estro Sabtu, 29 Juni 2024