Menu
Teguh Indonesia

Ada Cerita Akhir Pekan

Oleh: Teguh Estro*

    Dua hari terakhir penulis sibuk mengasyikkan diri ber’safari’. Dari satu kampus ke kampus lainnya sekedar bertukar ide (tepatnya mendengar ide) dari ‘adik-adik’ organisasi.
Sabtu pagi sampai sore terjebak dalam dialektika hebat dengan para aktivis UIN Sunan Kalijaga. Tidak ada kesimpulan dalam forum yg berbungkus Sarasehan itu. Dalam pertemuan tersebut saya sebutkan beberapa nama semisal bang M. Syafa’at, Sekjend KAMDA Riau yg berkuliah di UIN Jogja. Disana pula hadir oleh agitator forum Rifadli Kadir (intelektual muda KAMMI UIN Jogja). Kalaupun hendak disebut juga, telah sempat ikut dalam forum tersebut Jamhari (ketua FSLDK Jogjakarta).

Tentu saja telah diprediksi sedari awal atmosfer ruangan bakal panas. Ternyata benar, kali pertama ketua FSLDK Jogjakarta memberikan sambutan pagi-pagi sudah menyambar kegelisahan peserta lainnya. Kesempatan sambutan kedua penulis diminta angkat bicara. Untuk mencari aman, penulis mengawali dan mengakhiri dengan nada bicara rendah (mendinginkan suasana).

    Satu hal yang penulis sampaikan dalam sambutan tersebut yakni terkait niat diri untuk mengundurkan-diri dari ‘dunia persilatan’ (dunia aktivis kampus). Tentu saja beberapa rekan yang asyik mendengarkan sontak menyambutnya dengan senyum yang tak biasa dari meja nya masing-masing. Dalam forum tersebut lahirlah gagasan dari masing-masing peserta. Jamhari memulai dengan selalu menegaskan urgensi sinergitas aktivis kampus di tiap bidangnya masing-masing. Ada hal yang aneh, berkali-kali ia mengucapkan “saya ini sangat buta dengan politik”, tetapi dari argumen-argumennya terdengar sungguh politis.

    Sarasehan melanjut dalam tempo cepat hingga matahari bergulir ke waktu Ashar. Ada benang merah yang saya ambil, setiap kita sejatinya melakukan fungsi penyadaran kepada sesama dalam kapasitasnya masing-masing.

    Belum tuntas merenungi diskusi hingga sore hari. Pada saat hujan lepas maghrib penulis menyambangi kediaman sekretariat rekan-rekan aktivis di kaliurang (kampus UII). Disana terdapat Mahrus ketua KAMMI UII yang menyambut. Kami berdiskusi terkait desain aktivis KAMMI UII kedepan. Salah satu harapan dalam diskusi malam itu adalah agar kita semua bisa menjadi orang yang memiliki integritas sebagai insan publik. Kapasitas public speaking, Negosiasi, dialektika forum dll. Semoga hasil diskusi malam itu bisa berwujud konkret.

    Keesokan paginya, penulis terburu waktu menghadiri up-gride beberapa rekan aktivis di kampus Universitas Mercubuana Yogyakarta (UMBY). Disana hadir ketua komsatnya Rohmat sahid beserta jajarannya, Nampak pula dalam ruangan Zulfikhar (kaderisasi KAMMI Bantul), di bangku peserta ternyata diisi oleh seorang rekan yang menjabat ketua BEM Psikologi kampus UMBY dan ketua Resimen Mahasiswa (MENWA). Selama 3 jam lebih penulis menangkap alur diskusi terkait kepemimpinan. Mulai dari pemimpin organisasi kampus, Jokowi di Jakarta sampai Presiden Mursi di Mesir.

    Terdapat celetukan menarik dari salah satu peserta. Dia melempar kegelisahan (termasuk sampai kepada penulis). “Dulu Indonesia pernah dipimpin oleh Kiyai besar pernah menjadi ketua PBNU (maksudnya gusdur), dan ketua MPR nya juga intelektual Muslim ternama yang pernah menjabat ketua Muhammaddiyah (Amien Rais), dan ketua DPR nya juga merupakan pernah menjadi ketua PB HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). Tapi kenapa Indonesia tidak juga terlihat Islami di masa itu…?”

    Pada akhir sesi diskusi, penulis dipersilahkan menyampaikan closing statement. Semua yang keluar dari mulut, hanya ada satu statemen rasanya didengar dengan sungguh-sungguh oleh forum. Yakni, sebuah pertanyaan unik yang penulis sampaikan. “kenapa banyak mahasiswa seringkali dimunculkan semangatnya dan kebanggan dengan cerita-cerita tahun ’98. Seolah-olah mahasiswa yang hebat Cuma pada masa itu saja…!” Seharusnya setiap kita bisa memunculkan sejarahnya sendiri. Jangan sampai ketika sebuah perbaikan dalam skala kecil justru tidak dianggap sebuah kebanggaan. Alangkah indahnya dan baiknya bila kita berpikir besar melakukan perubahan-perubahan kecil secara konsisten. Ini begitu Mahal…!

1 komentar