Menu
Teguh Indonesia

Menggagas Inovasi Pendapatan Daerah


Oleh: Teguh Estro

Beberapa pekan lalu, saya menghadiri kegiatan “Sosialisasi Percepatan Penyaluran Tahapan Dana Transfer” yang diadakan oleh Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir. Dalam kesempatan tersebut juga berkesempatan mendengarkan pencerahan dari Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumsel-Babel, Bapak Dr. Imam Arifin,MA. Putra kelahiran Grobogan Jawa Tengah ini menceritakan secara gamblang betapa pentingnya menjadi Warga Negara yang taat pajak. Termasuk juga perusahaan-perusahaan di daerah yang selama ini turut menikmati pembangunan, lebih diwajibkan untuk menjadi perusahaan yang taat pajak.

Dr. Imam Arifin, MA juga menyampaikan bahwa pada tahun 2019 ini pemerintah pusat telah menganggarkan dana transfer ke daerah sebesar 826 Triliun rupiah. Dengan uraian transfer APBD sebesar 756,8 Triliun dan Transfer dana desa sebesar 70 Triliun Rupiah. Akan tetapi di hadapan masyarakat Kabupaten PALI, beliau menekankan agar Pemerintah Daerah harus terus berinovasi agar bisa mengeksplorasi potensi-potensi pungutan pendapatan daerah. Termasuk salah satunya mengajak perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Kabupaten PALI agar memiliki “NPWP-Lokasi” dan membayar pajak di kabupaten tempat mereka beroperasi. Dengan demikian potensi pendapatan daerah bisa meningkat.

Mendengarar penjelasan tersebut diatas, penulis mencoba menganalisis. Bahwasannya betapa besarnya ketergantungan daerah terhadap dana transfer yang disalurkan pusat melalui APBN. Dalam buku “Menuju Ketangguhan Ekonomi” terdapat data-data menarik yang disampaikan penulisnya Prof. Dr. Candra Fajri Ananda terkait stagnannya kemampuan fiskal daerah karena tingginya kebergantungan pada Dana transfer pusat.

“…..Fenomena kapasitas fiskal daerah berada dalam posisi yang lebih mengkhawatirkan jika diakumulasikan antara fiskal provinsi denga kabupaten/kota. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang digadang-gadang sebagai sumber pendorong kemandirian utama dalam kurun waktu 2011-2015 rata-rata pertumbuhannya memang mencapai 22,99 persen. Namun, kontribusinya terhadap total pendapatan daerah masih tergolong rendah, karena rata-rata dalam lima tahun terakhir hanya mencapai 21,35 persen.

Tingkat ketergantungan terhadap dana transfer pemerintah pusat pun tergolong sangat tinggi, dengan rata-rata mencapai 60,49 persen. Apalagi dana transfer pada setiap tahun selalu mengalami peningkatan, kenaikannya mencapai 10,48 persen (BPS 2016). Fenomena ini kalau tidak segera ditanggulangi akan terus membebani belanja pemerintah pusat.

Jika PAD meningkat, ada manfaat lain yang diterima oleh pemda, yakni keleluasaan dalam menentukan struktur belanja jika dibandingkan dengan dana transfer dari pemerintah pusat. Andai saja pajak daerah dan PAD betul-betul bisa ditingkatkan, pendanaan untuk layanan dan tujuan pembangunan daerah sangat dimungkinkan akan ikut semakin besar…” (Candra Fajri Ananda ; 2017)

Kreativitas pemerintah daerah sangat dibutuhkan dalam mengeksplorasi potensi pungutan pajak daerah. Sebagaimana kita ketahui, terdapat ragam kegiatan yang dapat dikenakan pungutan daerah antara lain : Pajak Reklame, Pajak Restoran, Pajak Hotel, Pajak Rokok, Pajak Hiburan, Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Lampu Jalan, Retribusi parkir, retribusi pasar, retribusi daerah wisata dan lain-lain.

Pemerintah memiliki wewenang untuk mengatur mekanisme pungutan daerah. Termasuk salah satunya membuat regulasi kegiatan mana yang lebih prioritas untuk dikenakan pajak. Sebaiknya pemerintah daerah mengenakan pajak daerah yang tinggi terhadap kegiatan yang memiliki dampak rendah dalam pembangunan. Dan sebaliknya terhadap kegiatan prioritas yang memberikan dampak positif bagi pengembangan ekonomi masyarakat dikenakan pajak yang sangat rendah. Lalu inovasi apa yang bisa dilakukan oleh Kabupaten PALI?

Penulis kembali teringat dengan salah satu hiburan yang sangat digemari oleh masyarakat lokal, yakni hiburan Organ Tunggal semalam suntuk. Secara faedah, kegiatan tersebut tidak begitu memiliki manfaat secara spesifik terhadap pembangunan di bumi serepat serasan ini. Oleh karenanya, sudah selayaknya dilakukan pembahasan lebih lanjut agar hiburan organ tunggal dikenakan pajak hiburan yang tinggi. Toh, pada kenyataannya pihak yang menjadi penyelenggara hiburan organ tunggal biasanya penduduk yang memiliki kelebihan ekonomi.

Teguh Indonesia

Tidak ada komentar