Menu
Teguh Indonesia

Logistik Sepi, Indonesia Timur bisa ‘Mati’


Oleh: Teguh Estro*

Begitu berharganya potensi yang dimiliki Kawasan Timur Indonesia (KTI). Lebih dari separuh wilayah NKRI adalah wilayah timur Indonesia. Begitupun sumber daya alam yang menyumbangkan lebih dari 80% pasokan nasional. Bahkan tidak sedikit atlet-atlet nasional yang berprestasi lahir dari Kawasan Timur Indonesia juga. Sebut saja Papua, Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara meskipun seolah merasakan sebagai penduduk ‘kelas dua’ di negeri ini. Bahkan tahun 2011 lalu KTI mendapat tidak lebih dari 30% dari anggaran pembangunan. Pasalnya selama ini pembagian kue kesejahteraan hanya didasarkan pada pemerataan jumlah penduduk. Kalau seperti itu tentu selamanya hanya Indonesia bagian barat saja yang memperoleh jatah dominan. Dan sampai kiamat sekalipun, wilayah timur Indonesia tidak akan pernah maju.

       Sampai sekarang terdapat beberapa permasalahan krusial yang mencekik kemajuan KTI. Infrastruktur yang menjadi urat nadi perekonomian ternyata tak kunjung diprioritaskan juga. Kebijakan yang muncul hanyalah sebatas perbaikan dan pemeliharaan infrastruktur. Padahal para pegiat ekonomi membutuhkan terbukanya jalur logistik antar daerah. Terutama jalur logistik menuju dermaga-dermaga vital. Antara lain jalan raya, listrik dan pembangunan dermaga berkelas. Bayangkan jika jalan antar daerah masih banyak masalah. Semisal mulai dari kerusakan jalan sampai pungutan liar (pungli) yang berlapis-lapis. Maka pembebanan biaya transportasi akan bertambah. Sehingga wajar jika harga barang yang hanya Rp.10.000,- di Yogyakarta bisa bernilai Rp.50.000,- jika telah sampai ke Merauke.

        Pembangunan jalur-jalur logistik akan mempermudah konektivitas antar daerah yang selama ini menjadi kendala di kawasan timur Indonesia. Padahal almarhum ‘Gus Dur’ pernah mengatakan konsepsi yang unik terkait wawasan nusantara. Bahwasannya selat dan laut bukanlah pemisah antar pulau di Indonesia, akan tetapi justru penghubung diantaranya. Konsep tersebut memang menarik saat diucapkan. Akan tetapi menjadi gagal ketika direalisasikan di wilayah yang miskin infrastruktur. Apakah mungkin penduduk manggarai yang berada di Nusa Tenggara mudah berjejaring dengan masyarakat Celebes (Sulawesi) jika jalan menuju dermaga rusak, apalagi jika dermaga yang ada tidak memiliki sirkulasi kapal yang baik. Jangankan mereka yang ‘TERPISAH’ antar pulau, lihatlah antara penduduk kota Sorong dan Kota Nabire saja masih terkendala jalur logistik darat karena persoalan jalan raya padahal masih satu pulau, Papua.

       Rencana pada tahun 2012 ini pemerintah akan fokus pada pembangunan infrastruktur di wilayah yang lebih dulu tersinari matahari ini. Entahlah, janji tinggal janji. Kita akan melihat bagaimana Kementrian Pekerjaan Umum (PU) merealisasikannya. Sudah saatnya kini pembangunan nasional harus berbasis potensi alam, bukan sekedar berdasarkan pada estimasi penduduk saja. Lihatlah potensi perikanan di kepulauan Maluku Sulawesi dan Nusa tenggara yang kurang terolah. Begitupun potensi pertambangan di Papua yang justru disikat oleh asing.

       Biasanya wilayah KTI memiliki kawasan yang luas dengan berpenduduk sedikit. Tentu saja tidak bisa disamakan model pembangunannya dengan pulau Jawa yang mengalami permasalah keterbatasan lahan sekaligus ledakan kepadatan penduduk. Dimulai dari Maluku  tentu saja di ‘negeri para raja’ tersebut jangan dipaksakan harus menanam padi seperti di Jawa Tengah. Seharusnya disana diperbanyak pelabuhan yang bisa menampung kapal-kapal besar. Baik kapal penumpang maupun kapal penangkap ikan yang modern. Bahkan bisa saja jalur pelayaran ikan dari Jepang menuju Aussie tidak perlu lagi transit ke pelabuhan Singapura, akan tetapi langsung memotong melalui Indonesia timur. Tentu saja dengan pelabuhan yang bertaraf Internasional.

        Selanjutnya peran pemerintah melalui tangan Kementerian PU yang sudah mengawali proyek kawasan Indonesia Timur harus tetap komitmen. Sama komitmennya seperti membangun pulau Jawa dan Sumatera. Dan akhirnya cita-cita nasional bangsa ini akan segera terwujud jika paradigma pembangunan nasional tidak parsial. Semua potensi negeri ini teruntuk bagi keseluruhan NKRI, bukan hanya kawasan barat Indonesia saja. Sebagaimana tercantum dalam preambule : “…membentuk suatu Pamerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indanesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraaan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…”

*Penulis Bergiat di LPM Lensa Kalijaga
Teguh Indonesia

Tidak ada komentar