Menu
Teguh Indonesia

Retaknya Relasi Manusia dan Alam Sebagai Keluarga


Oleh: Teguh Estro
(Penikmat Tumis Rebung)

    Bayangkan alam planet ini sebagai sebuah keluarga besar yang harmonis. Ibu Pertiwi telah memberikan segalanya dengan cuma-cuma: udara untuk bernapas, air untuk minum, makanan untuk disantap, dan rumah untuk bernaung.

Selama ribuan tahun, manusia hidup sebagai anak yang bersyukur, bersama saudara-saudaranya yang lain: hutan, sungai, hewan, dan tumbuhan. Namun, suatu ketika, anak manusia mulai berubah. Ia merasa diri paling istimewa, menganggap semua yang ada adalah miliknya, dan lupa bahwa ia hanya satu dari sekian banyak anggota keluarga.

"Bumi menyediakan cukup untuk memenuhi kebutuhan setiap orang, tetapi bukan keserakahan setiap orang." - Mahatma Gandhi

Anak Manusia yang Berubah Menjadi Raja Kecil

Suatu hari, anak manusia mulai membaca buku-buku yang membuatnya merasa spesial. Ia pun memakai mahkota imajiner dan bersikap seperti raja kecil di rumah sendiri. Segala sesuatu hanya dianggap berharga jika berguna untuknya. Ibu Pertiwi yang dulu dihormati, kini hanya dilihat sebagai gudang persediaan dan tempat pembuangan.

Dengan rakus, ia mulai mengambil semua yang diinginkannya. Gudang Pangan (hutan dunia) dibongkar untuk dibangun villa mewah. Kebun sayur yang subur diganti dengan tanaman industri yang seragam dan membosankan. Ia membangun pabrik dan jalan raya di tengah rumah, mengganggu ketenangan saudara-saudaranya yang lain.

Perilaku ini seperti anak remaja yang tiba-tiba merasa paling penting di rumah. Ia menyebut filosofinya "antroposentrisme"—segala sesuatu harus berpusat padanya.

Ia dan teman-teman konglomeratnya berpesta setiap hari, menghabiskan persediaan tanpa memedulikan masa depan. Mereka menyembah dewa bernama "Pertumbuhan Ekonomi" yang serakah. Asap pesta mereka mengotori udara rumah, sampah mereka menumpuk di setiap sudut, dan kebisingan mereka mengganggu seluruh penghuni.

"Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang dapat Anda gunakan untuk mengubah dunia." - Nelson Mandela

Pertanyaan Reflektif: Berapa lama lagi kita akan terus menjadi anak manja yang hanya tahu meminta? Tidak sadarkah kita bahwa Ibu Pertiwi semakin lelah dan saudara-saudara kita semakin menderita?

Keluarga Besar "Mother Earth" dengan Peran yang Saling Melengkapi

Sebelum anak manusia bertingkah (ber-evolusi), rumah besar ini dijalankan dengan sistem yang sempurna. Setiap anggota keluarga memiliki tugasnya masing-masing, seperti sebuah tim yang kompak.

Pohon-pohon besar berperan sebagai atap yang melindungi dari panas dan hujan. Pohon-pohon muda menjadi dinding yang mengatur udara. Jamur dan bakteri adalah petugas kebersihan yang mengubah sampah menjadi pupuk baru. Setiap pohon adalah sebuah rumah kecil yang menampung puluhan keluarga: burung-burung, serangga, mamalia kecil, jamur, dan lumut.

Menebang satu pohon sama dengan menghancurkan satu apartemen—ratusan makhluk kehilangan tempat tinggal dalam sekejap.

Sungai berperan sebagai saluran air minum dan transportasi yang menghubungkan berbagai ruangan. Terumbu karang adalah kamar bayi bagi kehidupan laut. Padang sabana adalah lapangan bermain yang dijaga oleh sang penjaga (predator puncak). Semua terhubung dalam sebuah jaring keluarga yang saling membutuhkan.

"Look deep into nature, and then you will understand everything better." - Albert Einstein

Cara Kerja Keluarga vs Cara Kerja Manusia: Keluarga alam bekerja dengan prinsip daur ulang: tidak ada yang terbuang, semua dipakai kembali. Sementara manusia bekerja dengan prinsip pakai-buang: mengambil sumber daya, memakainya sebentar, lalu membuangnya menjadi sampah.

Ibu Pertiwi "Mother Earth" Mulai Lelah dan Sakit

Alam tidak marah. Ia hanya bereaksi sesuai dengan aturan rumah yang telah dilanggar. Setiap pelanggaran mendapatkan konsekuensinya.

1. Banjir Bandang, Ketika anak manusia menebang pohon-pohon pelindung di lantai atas rumah, tidak ada lagi yang menahan air hujan. Air yang seharusnya diserap tanah kini langsung meluncur ke bawah, menerjang segala sesuatu di jalurnya. Ini bukan kemarahan, ini konsekuensi logis dari merusak sistem drainase rumah.

2. Krisis Makanan, Ketika anak manusia menyemprot racun serangga yang membunuh para penyerbuk (lebah dan kawanannya), proses penyerbukan tanaman terhambat. Hasilnya? Persediaan makanan di rumah semakin menipis. Kita meracuni para pekerja yang justru menyediakan makanan untuk kita sendiri.

Fakta Unik, Hutan Amazon adalah "paru-paru" rumah kita yang menghasilkan 20% oksigen. Tugasnya yang lebih penting adalah menyaring udara kotor yang kita hasilkan.

Suhu rumah semakin panas—naik 1,1°C sejak revolusi industri. Es di kutub mencair seperti AC yang rusak. Terumbu karang memutih seperti dinding yang mulai keropos. Rumah kita semakin tidak nyaman untuk ditinggali.

Renungan Sebagai Anggota Keluarga Mother Earth Kita berteriak"Selamatkan Bumi!" seolah-olah kita adalah pahlawan dari luar. Padahal, kita adalah bagian dari keluarga ini. Ibu Pertiwi tidak perlu diselamatkan—dia akan pulih dengan sendirinya dalam waktu lama. Yang terancam adalah kita sendiri, anak manusia, yang mungkin tidak akan lagi diizinkan tinggal di rumah ini.

Pertanyaannya bukan "bagaimana menyelamatkan bumi?" tetapi "bagaimana kita kembali menjadi anak yang baik dalam keluarga besar ini?"

Mungkin sudah waktunya kita melepas mahkota khayalan, membersihkan kekacauan yang kita buat, dan kembali hidup harmonis dengan semua saudara kita di rumah besar Ibu Pertiwi.

Teguh Indonesia

Tidak ada komentar