Menu
Teguh Indonesia

Paradigma Definisi Negara Islam yang Ideal.

Oleh: Teguh Estro*


Agama Allah di muka bumi bukanlah ajaran yang asing bagi dunia pemerintahan. Sejak Adam a.s tercipta, ia telah mengalami ‘ujian’ kepemimpinan sebagai khalifatu fil ardl. Dan Nabiyullah Adam a.s yang cerdas itu pun bisa mengakhiri polemik mengenai posisi khalifah-Tuhan-manusia. Kendati salah satu konsekuensinya adalah tergelincirnya manusia pertama itu dari surge ke bumi. Kisah al-anbiya yang paling popular terkait kepemerintahan yakni nabiyullah Yusuf a.s, Sulaiman a.s dan Muhammad saw.

Berbagai model kepemerintahan telah di’model’kan oleh para nabi hingga sahabat bahkan umat Islam di abad pertengahan. Akan tetapi tidak ada sebuah daliil yang menyatakan bahwa suatu model pemerintahan tertentu diaggap ideal. Kenegarawanan yang dicontohkan Nabi Yusuf a.s memang ‘ideal’ di masanya. Begitupun model kerajaan Nabi Sulaiman a.s menjadi legenda pada zamannya. Nabi Muhammad Saw sebagai qudwah umat akhir zaman juga men-contohkan model pemerintahan ideal di zamannya saat menetap di Yatsrib.

Pola yang berbeda juga dilakukan oleh para sahabat semisal Mu’awiyyah bin Abi Sufyan yang meniru kerajaan ala Romawi dan Persia. ‘tradisi’ Mu’awiyyah ini bertahan dan berjaya hingga era Umar bin Abdul Aziz r.a. Sehingga penulis berpendapat, model pemerintahan ideal itu tidaklah sak-klek mengadopsi satu model saja. Akan tetapi model ‘negara Islam’ ideal itu dinamis sedangkan tujuannya untuk menegakkan maqashidu asy-syari’ah itulah yang baku. Sehingga paradigma mengenai ‘negara Islam’ yang ideal harus benar diposisikan sebelum kita mendefinisikannya.

…Dari sekian banyak bentuk pemerintahan, Ibnu Abi Rabi’ memilih Monarki atau kerajaan dibawah pimpinan seorang raja serta penguasa tunggal sebagai bentuk yang terbaik………………………… keyakinannya bahwa dengan banyak kepala, maka politik negara akan terus kacau dan sukar membina persatuan…” (rujukan : al-Ahkam ash-Shulthaniyyah)

Dalam buku yang sama Imam al-Mawardi menyampaikan :
“… Mulai tampak pula bahwa tidak mungkin lagi imperium Islam yang demikian luas wilayahnya harus tunduk kepada seorang kepala negara tunggal…”


Imam Ibnu Taimiyah menyampaikan yang dikutip oleh H.Munawir Sjazali, M.A :
“…Ibnu Taimiyah mendambakan ditegakkannya keadilan sedemikian kuat, sehingga dia cenderung untuk beranggapan bahwa kepala negara yang adil meskipun kafir adalah lebih baik daripada kepala negara yang tidak adil meskipun Islam, dengan menyetujui ungkapan bahwa Allah mendukung negara yang adil meskipun kafir, dan bahwa Allah tidak mendukung negara yang tidak adil sekalipun Islam…

Dari berbagai pendapat ulama diatas, penulis kian menguatkan bahwasannya konsep ‘negara Islam’ nan ideal adalah dinamis. Hanya saja tujuannya untuk menegakkan maqhasidu asy-syari’ah adalah harga mati. Sehingga apapun model pemerintahannya jika ia bisa memberikan peluang lebih besar dalam menegakkan syari’at maka itulah kondisi ideal. Maka dengan kata lain, Negara Islam Ideal adalah negara yang memiliki model pemerintahan yang memungkinkan diimplementasikannya syaria’at Islam.

Sedikit mengulang uraian yang diatas. Bahwa pada masanya, model kerajaan yang dilakukan oleh Nabi Sulaiman sudah ideal. Karena pada masa itu beliau adalah Ulama’ sekaligus Umara’ sehingga lebih memiliki power dalam mengatur rakyat sesuai syariat allah Swt. Rasulullah Saw tidaklah jauh berbeda, meskipun secara simbolis beliau tidaklah disebut sebagai seorang raja. Model pemerintahan Rasul saw saat hidup di Madinatu al-Munawarah, merupakan salah satu model yang ideal di masanya. Lantas di zaman umat Islam saat ini, model pemerintahan semacam apa yang terasa lebih ideal untuk digunakan…?

Teguh Indonesia

Tidak ada komentar