Menu
Teguh Indonesia

Bersungguh-sungguh Dalam Berusaha


oleh: Teguh Estro
(Khutbah Jum'at di Masjid Baitul Karim Maguwoharjo 29 Maret 2013)


Jama’ah Sholat Jum’at yang dirahmati Allah.
            Barokah di hari jumat ini semoga menghantarkan kita untuk senantiasa bersyukur pada Allah Swt. Karena setiap harinya kita selalu tersibukkan dengan rutinitas-rutinitas pekerjaan. Maka sudah sepantasnya hitungan detik yang kita gunakan dalam ibadah jumat ini, sebagai ekspresi syukur kepada Rabb. Karena ungkapan syukur memiliki makna kepasrahan pada Allah ‘azza wajalla. Kita lekas meyadari bahwa jatah umur yang masih ada sampai saat ini adalah pemberianNya semata. Kita mampu memahami kekuatan serta kecerdasan manusia selama ini tidak lain hanyalah karuniaNya. Itulah esensi syukur, mengembalikan semua yang kita punya pada Allah Swt.

            Selanjutnya Sholawat dan salam kita sampaikan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad Saw. Semoga kesemuanya kita yang berjama’ah di sini mendapatkan syafa’at di hari pembalasan nanti.

            Adapun judul dari khutbah jum’at hari ini adalah “Bersungguh-sungguh dalam berusaha”
            Setiap diri kita memiliki peran masing-masing dalam kehidupan. Dan peran tersebut sudah dan akan kita jalani dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Swt. Apapun profesi kita tentu saja harus bermanfaat bagi manusia lainnya dan bertujuan untuk mendapatkan ridho Allah swt. Usaha yang mulia tidaklah lantas mudah begitu saja tertunaikan. Pasti ada kesulitan yang pelik pada setiap proses usaha manusia. Bahkan tidak jarang  kita merasa sudah tidak sanggup lagi menahan beban hidup ini. Akan tetapi sebagai umat Islam kita harus meyakini adanya pertolongan dari Allah Swt. Sadarilah bahwa kita bisa bertahan kerja keras sampai sejauh ini ini tidak lain karena bantuan kekuatan dari Sang Penguasa. Oleh karena itu sesulit apapun rintangan usaha kita, maka minta lah kepada Allah Swt untuk turut campur tangan mempermudah kerja-kerja kita.

            Hadirin Sidang Jum’at Rahimakumullah
            Dalam menyempurnakan kerja keras kita perlu adanya pemaknaan yang tidak setengah-setengah mengenai konsep kerja-keras dalam Islam. Apa yang dimaksud dengan ikhtiar, lalu kapankah manusia boleh bertawakal serta bagaimana peran do’a dalam segenap usaha manusia.

            Pertama, bagaimana sebaiknya sikap manusia dalam berikhtiar di dunia ini. Suatu ikhtiar kudu dibenahi dengan niat yang bersih untuk Allah Swt. Karena hal ini akan menentukan kedudukan amal tersebut akan memberikah barokah kepada kita atau tidak. Alangkah sangat disayangkan setelah kita berusaha sekeras-kerasnya akan tetapi tidak bernilai ibadah karena tidak menyertakan Allah Swt dalam niatnya. Kendatipun jabatan kita setinggi-tingginya, tetapi bila tidak menujukan niat kepada Allah, maka segalanya tidak dinilai ibadah. Karena yang Allah nilai itu hanyalah niat dari hati yang melakukan.

Artinya: Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Shakhr r.a, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada tubuh kalian dan tidak pula kepada rupa kalian, tetapi Dia memandangg kepada hati kalian.” (HR Muslim)

            Selanjutnya, setelah benar niat kita maka usaha yang kita lakukan harus dikerjakan semaksimal mungkin. Seperti halnya bunda Siti Hajar berlari-lari sekuat tenaga mencari air untuk puteranya Ismail. Ia berlari mendaki dari satu bukit terjal ke bukit lainnya di tengah panas gurun. Sampai akhirnya Allah Swt memberikan pertolongannya saat kaki mungil Ismail menghentakkan tanah sampai memunculkan air dari perut bumi untuk diminum. Itula usaha yang maksimal. Sebagaimana juga usaha yang maksimal yang dilakukan oleh Asma’ binti Abu Bakar. Seorang wanita yang memaksakan kuat menaiki terjalnya bukit Tsur untuk menghantarkan bekal makanan kepada Ayahnya r.a dan Rasulullah Saw yang dikejar-kejar kafir Quraisy. Bahkan saat Asma’ binti Abu bakar hijrah ke madinah ia tengah dalam kondisi hamil tua menyusuri panas gurun pasir dari Mekkah ke Madinah. Dan sesampainya di Quba ia berjuang melahirkan anaknya dan barulah kemudian melanjutkan perjalanan kembali. Itulah usaha yang dilakukan secara maksimal ditunjukkan oleh mereka yang niatnya tulus. Begitupun di zaman sekarang saat kita berupaya kuat melaksanakan usaha apapun harus secara maksimal. Keringat bercucuran bukan persoalan, tangan melepuh bahkan menyumbangkan darah dalam pekerjaan demi totalitas berikhtiar.

            Terkadang manusia kerap mengeluh apabila hanya menghadapi panas sedikit. Atau berhenti berusaha ketika baru mengalami sekali kegagalan. Enggan berupaya kuat saat mulai banyak yang menghujat. Mari kita belajar dari seorang Nabi yang begitu sabar dalam berusaha,  dialah nabi Nuh a.s. Beliau menyampaikan risalah tauhid selalu istiqomah kendatipun banyak yang mencemooh bahkan anak dan isterinya meninggalkannya. Beliau mendapatkan hinaan bukan satu atau dua kali saja, akan tetapi beratus-ratus tahun lamanya. Bayangkan bagaimana sungguh terguncang jiwa seorang manusia jika selama beratus-ratus tahun dikucilkan, dihina dan diperlakukan sebagai orang aneh. Akan tetapi beliau tetap tegar berusaha semaksimal mungkin. Walaupun beliau hanya mendapatkan 70 orang pengikut saja selama 900 tahun usianya. Tetapi beliau telah menunjukkan upaya paling totalitas dalam berusaha. Sehingga benarlah bila beberapa ahli sejarah memasukkan beliau sebagai golongan ‘ulul ‘azmi diantara Nabi-nabi yang lainnya. ‘Ulul Azmi artinya golongan yang memiliki tekad yang tinggi.

            Bagi kita seorang muslim berikhtiar bukan sekedar asal-asalan apalagi bermalas-malasan. Karena kita tidak hanya berhenti pada pencapaian dunia saja, ada tujuan jangka panjang yang hendak dicapai. Yakni tujuan mencari ridho Allah Swt. Itulah penggerak utama antusias kita dalam bekerja dalam usaha kesehariannya. Apalagi bila tertnam dalam diri ini sikap merasa diawasi oleh Allah Swt dalam setiap amal yang diperbuat. Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam Surah at-Taubah: 105

“ Dan katakanlah, bekerjalah kamu. Maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin….” (Q.S at-Taubah: 105)

Kaum muslimin jama’ah Sholat Jumat rahimakumullah
            Selanjutnya setelah berusaha sekuat jiwa dan raga maka kita sebaiknya bertawakal kepada Allah Swt. Ingat, tawakal itu berserah diri kepada Allah setelah adanya usaha ataupun ikhtiar. Jika belum ada usaha apapun yg diperbuat maka tidak ada yang namanya tawakal. Makna dari berserah diri yakni menyerahkan apapun hasil dari yang dikerjakan kepada Rabb semesta alam. Sebagai umat Islam kita harus ridha terhadap apapun keputusan Allah. Tugas manusia hanyalah berusaha sekuat yang ia punya, dan Allah sajalah yang menentukan hasil. Dan Apapun keputusan tersebut kita wajib meyakini bahwa itulah yang terbaik untuk kita.

            Umat Islam tidak boleh mengingkari adanya campur tangan Alah Swt dalam setiap pekerjaan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Qarun dengan sombongnya menganggap semua harta kekayaannya hanyalah dari peras keringatnya sendiri. Hal tersebut menjadikan Allah murka dan menurunkan azab dengan menenggelamkan segala harta usahanya. Maka dari itu bertawakal adalah puncak dari segala proses kerja keras kita.

            Kemudian hadirin sekalian, kita juga dituntut untuk berdo’a kepada Sang Pencipta. Meminta pertolongan bisa dilakukan kapan saja bahkan sebaiknya di setiap proses usaha kita selalu diiringi dengan do’a. Karena dengan berdo’a bermakna mengakui kelemahan diri  di hadapan Allah Swt untuk kemudian meminta pertolongan kekuatan dari Yang Maha Kuat. Sungguh, hanya kekuatan dari Allah sajalah yang mampu membantu usaha-usaha kita.

2 komentar