Menu
Teguh Indonesia



Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten PALI, Ir Hj Sri Kustina Amalindo melalui Ketua Harian, Teguh Eko Sutrisno mengatakan jika Pemkab PALI serius dalam menjaga aset yang dimiliki. 

Hal ini sekaligus dalam rangka perlindungan ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra berdasarkan Undang-Undang nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta sehingga dengan ini telah terdaftar di Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI).

"Ini merupakan bentuk keseriusan pemerintah Kabupaten PALI dalam melindungi potensi lokal yaitu dengan mendaftarkan Motif Batik Kambang Toman ke Kemenkumham," ungkap Teguh, Kamis (25/8/2022).

Selain Motif Batik Kambang Toman, lanjut dia, pihaknya juga akan mendaftarkan seluruh kerajinan yang ada di kabupaten PALI.

"Untuk saat ini baru Motif Batik Kambang Toman sudah terbit nomor hak ciptanya, sementara untuk beberapa motif lainnya, seperti motif burung punai, Motif Candi Bumi Ayu dan lain-lain masih dalam proses pemberkasan," terangnya.

Sementara, Kabid Pelayanan Hukum Kantor wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumkam) Sumatera Selatan, Yenny berkata Perlindungan Hak Cipta menjadi sangat penting. 

Karena menurut dia, melalui perlindungan tersebut para Pencipta bukan hanya terlindungi wujud karya ciptaannya, namun juga pencipta dapat memperoleh royalti atau keuntungan materi atas hasil ciptaannya yang telah digunakan oleh pihak lain.

"Perlu di urus hak ciptanya, biar nanti tidak diklaim oleh orang lain dan secara otomatis pengrajin dan karya tersebut akan mendapat perlindungan hukum. Pengrajin sebagai pemilik karya tentunya lebih leluasa dalam memanfaatkan nilai ekonomis dari karya cipta tanpa takut menyalahi hukum," tandas dia

source : https://www.rmolsumsel.id/terdaftar-di-kemenkumham-batik-kambang-toman-resmi-milik-pali

Teguh Indonesia

Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten PALI, Ir Hj Sri Kustina Amalindo melalui Ketua Harian, Teguh Eko Sutrisno menga...
Teguh Estro Kamis, 25 Agustus 2022
Teguh Indonesia



EVENT Sriwijaya Expo yang telah dibuka Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) melalui Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) pada Sabtu malam (2/7/22) lalu di Plaza Ranau Dempo, Jakabaring Sport City Palembang, menjadi gairah tersendiri bagi pengrajin asal Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI). 

 

Pasalnya, sejumlah pengrajin dari beberapa wilayah di kabupaten berjuluk Bumi Serepat Serasan itu diikutsertakan langsung oleh Dekranasda Kabupaten PALI pada event bergengsi tahunan tingkat Provinsi Sumatera Selatan tersebut

Teguh Indonesia
Semangat para pengrajin bertambah ketika stand Dekranasda Kabupaten PALI binaan Ir Hj Sri Kustina itu, menjadi pusat perhatian pengunjung pada Sriwijaya Expo yang berlangsung dari 2 Juli hingga  6 Juli 2022 ini.

Tampilan stand yang rapi dan memiliki estetika tinggi juga di dalamnya dipajang berbagai kerajinan khas Kabupaten PALI, sekaligus pengrajinnya ditampilkan, mampu menyedot banyak pengunjung untuk sambangi stand berukuran 6 x 6 meter tersebut. 

 

Salah satu yang menjadi daya tarik pengunjung adalah batik khas PALI yang memiliki motif unik yang diambil dari kearifan lokal. Selain itu juga pengunjung bisa secara langsung melihat proses pembuatannya. Serta, banyak di antara pengunjung yang mencoba secara langsung proses membatik di atas kain. 

 

"Alhamdulillah, sejak Sriwijaya Expo dibuka, setiap hari stand Dekranasda PALI kebanjiran pengunjung, dari warga biasa hingga pejabat dari berbagai daerah. Bahkan saya kewalahan menjawab berbagai pertanyaan dari pengunjung. Tidak sampai itu, banyak diantaranya meminta ajari cara membatik," ujar Nira, pengrajin batik asal Handayani Mulya yang dihadirkan langsung Dekranasda PALI pada Sriwijaya Expo, Selasa (5/7/22).

 

Dengan adanya event tersebut, Nira menyampaikan terimakasihnya kepada Ketua Dekranasda kabupaten PALI Ir Hj Sri Kustina yang telah membimbing dan memberikan pelatihan, sehingga saat ini ia mahir membatik dan hasilnya mampu menopang perekonomian keluarga.


"Semenjak saya diberikan pelatihan oleh Ibu Hj Sri Kustina, kemudian pemasaran dibantu bahkan sering diajak pameran di berbagai acara, perekonomian keluarga kami mulai terangkat. Untuk itu, kami berharap seringnya ikut event seperti ini, bukan hanya hasil kerajinan saya yang dikenal dan menambah luas pemasarannya, tetapi Dekranasda PALI khususnya dan umumnya Kabupaten PALI juga bisa lebih dikenal dimana-mana," tukasnya. 

 

Selain batik khasnya, pada stand Dekranasda Kabupaten PALI juga ada produk lainnya yang menjadi trend baru dan banyak diburu pengunjung, yakni gelang ribu-ribu. 

 

Gelang yang melegenda itu mampu diangkat kembali pengrajin asal Kecamatan Abab Kabupaten PALI. Gelang berbahan dasar akar dari pohon ribu-ribu yang banyak ditemukan di hutan di Kecamatan Abab, Tanah Abang, dan Penukal itu laku keras di ajang Sriwijaya Expo. 

 

Sebab, meski gelang yang sudah ada sejak nenek moyang warga Kabupaten PALI itu dibuat kembali mengikuti tren saat ini, dan dibuat secara langsung di stand Dekranasda Kabupaten PALI.

 

Menurut Evi, pengrajin gelang ribu-ribu asal Kecamatan Abab bahwa keahliannya membuat gelang tersebut dari turun-temurun. Hanya saja, sebelum dirinya diajak Ir Hj Sri Kustina ikuti pelatihan, pembuatan gelang tersebut  motifnya biasa-biasa saja dan dibuat sederhana.

 

Namun setelah ikuti pelatihan pengembangan kemampuan, motif gelang ribu-ribu buatan Evi mampu ikuti trend saat ini. Alhasil, produk perempuan asal Betung Abab itu menjadi buruan oleh semua kalangan  dari anak-anak, remaja hingga dewasa, termasuk pada Sriwijaya Expo. 


"Pengunjung pada pameran Sriwijaya Expo ini sebagian besar mengetahui gelang ribu-ribu ini, terlebih yang usianya di atas 45 tahun. Karena ada kepercayaan di tengah-tengah masyarakat bahwa konon bisa menolak gangguan tak kasat mata bagi anak-anak. Makanya banyak anak-anak kecil di dusun-dusun dipakaikan gelang ini. Dengan diangkatnya kerajinan gelang ribu-ribu, selain melestarikan budaya, juga menjadikan berkah bagi keluarga terlebih kami selalu didampingi Ketua Dekranasda Kabupaten PALI yang selalu aktif membantu pengrajin seperti saya untuk terus menciptakan kreasi baru," terangnya. 


Sementara itu, Ketua Dekranasda Kabupaten PALI Ir Hj Sri Kustina didampingi Ketua Harian Dekranasda Kabupaten PALI Teguh Eko Sutrisno  menyebut, dalam event Sriwijaya Expo tahun 2022, Dekranasda PALI mengusung tema alam.  "Tema kita tahun ini adalah memanfaatkan hasil alam, untuk menghasilkan kerajinan-kerajinan bernilai seni," ucap Hj Sri Kustina yang juga sebagai anggota DPR-RI dari Fraksi Partai Nasdem. Ditambahkannya bahwa tujuan diikutsertakannya kerajinan berbahan dasar dari alam beserta pengrajinnya dari Kabupaten PALI, untuk lebih mengenalkan kerajinan khas kabupaten yang baru berusia 9 tahun itu.  "Tujuan kita adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang mengangkat hasil alam menjadi kerajinan bernilai tinggi. Pada event ini, Dekranasda PALI membawa kerajinan batik khas PALI, gelang ribu-ribu, kerajinan anyaman bambu, kerajinan dari batok kelapa dan lainnya. Yang mudah-mudahan setelah acara ini, pemasaran pengrajin makin luas," harap istri Bupati PALI H Heri Amalindo ini.


source : https://radarpalembang.disway.id/read/608683/senangnya-pengunjung-bisa-belajar-membatik-di-stand-dekranasda-pali

EVENT  Sriwijaya Expo yang telah dibuka Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) melalui Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) p...
Teguh Estro Sabtu, 02 Juli 2022
Teguh Indonesia


SWARNANEWS.CO.ID, PALI| Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindagprin) Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), bersama jajaran menerima kunjungan Tim Balai Standardisasi Metrologi Legal Regional 1 Medan, Kamis (9/6/2022).

Plt Kadisprindagprin Teguh Eko Sutrisno.S.Kom.I mengatakan Kabupaten PALI sendiri saat ini belum memiliki Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Metrologi Legal.

“Salah satu alasan kita belum memiliki Unit Pelaksanaan Teknik metrologi legal karena kita belum memiliki SDMnya,” jelas Teguh sapaan akrabnya di dampingi Sekdin Disperindag Haris Munandar dan Kabag Perdagangan Oki rizkianto saat menerima kunjungan.

Selain itu, Teguh berharap kedepannya Kabupaten PALI harus memiliki UPTD Metrologi Legal sendiri.

“Kedepannya kita usahakan satu slot untuk penerimaan CPNS atau PPPK diperuntukkan pelaksana metrologi legal agar nantinya PALI memiliki UPTD metrologi legal sendiri,” ujarnya.

Sementara itu Handhika Septian pengawas dari Balai Standarisasi Metrologi Legal Regional 1 Medan, mengatakan perlunya edukasi kepada pedagang dan pembeli agar nantinya tidak saling merugikan.

“Tujuan adalah pengawasan dan pengamatan alat UTTP (Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapan).Melakukan pemantauan terhadap tera timbangan sekaligus mengedukasi pedagang dan konsumen tentang tera dan tera ulang Metrologi Legal,” terang Handika. (*)

Teguh Indonesia

SWARNANEWS.CO.ID, PALI| Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindagprin) Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), bersama jajaran m...
Teguh Estro Kamis, 09 Juni 2022
Teguh Indonesia


SWARNANEWS.CO.ID, PALI| Prestasi membanggakan ditorehkan sineas muda asal Bumi Serepat Serasan. Dalam Festival Film Rentak Batanghari 2021, film dokumenter yang berjudul Sumpah Puyang berhasil meraih juara harapan satu.

Meski dengan peralatan syuting seadanya, film dokumenter karya putra Putri kabupaten PALI, mampu bersaing dengan sineas profesional yang ada di Sumatera Selatan.

Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kabupaten PALI, Drs. Effendi mengaku sangat bangga atas capaian prestasi yang ditorehkan oleh sineas muda kabupaten PALI.

“Mengangkat cerita legenda dari masyarakat kabupaten PALI, film dokumenter Sumpah Puyang, menjadi film pertama yang mengangkat tentang kebudayaan dan adat istiadat khas kabupaten PALI. Tentu harapan kami, melalui pembuatan film dokumenter Sumpah Puyang, kita bisa melestarikan adat istiadat dari leluhur kita sekaligus juga mengenalkan kepada dunia, tentang cerita unik yang tersimpan di kabupaten PALI,” kata Effendi.

Ia juga mengucapkan selamat kepada sineas muda kabupaten PALI, yang berhasil membuktikan bahwa putra Putri PALI, bisa menghasilkan kreativitas dengan tanpa melupakan adat dan kebudayaan kita.

“InsyaAllah, ini akan menjadi motivasi bagi kami untuk semakin membuat karya-karya lainnya untuk mempromosikan budaya dan pariwisata yang tersimpan di kabupaten PALI,” tukasnya.

Sementara itu, Anggi Dwi Kusuma, sang sutradara mengaku sangat bangga karena karyanya bisa menjadi salahsatu yang terbaik dengan menyingkirkan puluhan film pendek se-sumsel.

“Alhamdulillah ini pertama kalinya kami mengikuti festival film dokumenter dan hasilnya di luar dugaan,apa lagi saingannya merupakan sineas yang sangat berpengalaman,” ujar Anggi.

Anggi juga mengucapkan terimakasih kepada kru Sumpah Puyang karena meskipun dalam pembuatan film banyak keterbatasan namun kru tetap semangat.

“Kru sumpah Puyang sangat luar biasa, ini pengalaman sangat berharga buat saya,bekerjasama dengan crew all out,” kata Anggi.

Anggi berharap kedepannya ada dukungan dari pemerintah atau pihak terkait dalam kemajuan dunia perfilman di kabupaten PALI.

“Semoga kedepannya ada support dari pemerintah maupun pihak-pihak lainnya demi kemajuan dunia perfilman di kabupaten PALI apa lagi film tersebut mengangkat nama PALI hingga ketingkat nasional,” tutupnya.

Sementara itu produser Film Sumpah Puyang yang juga Direktur Eksekutif RESEI PALI, Teguh Eko Sutrisno sangat puas dengan hasil pencapaian Film Sumpah Puyang di Festival Film Rentak Batanghari 2021.

“Satu kebanggaan bagi saya pribadi film sumpah Puyang banyak mendapat apresiasi dari masyarakat Sumatera Selatan khususnya masyarakat kabupaten PALI,apa lagi dari sutradara sampai crewnya berasal dari anak muda lokal PALI,” ucapnya.

Foto: proses video syuting film pendek Sumpah Puyang, yang berhasil meraih juara harapan satu Festival Film Rentak Batanghari 2021.

Teks: Sangkut
Editor: Sarono PS

source : https://www.swarnanews.co.id/film-sumpah-puyang-sabet-juara-harapan-satu-di-festival-film-rentak-batanghari-2021/

Teguh Indonesia

SWARNANEWS.CO.ID, PALI| Prestasi membanggakan ditorehkan sineas muda asal Bumi Serepat Serasan. Dalam Festival Film Rentak Batanghari 2021, ...
Teguh Estro Rabu, 20 Oktober 2021
Teguh Indonesia


PALI,
Buletinterkini.com–
RESEI (Research and Social Empowerment Institute) PALI telah merilis final trailer film Masok Akal melalui kanal YouTube resmi, Direktur Eksekutif RESEI Teguh Eko Sutrisno pada Sabtu (21/08/2021).Perilisan final trailer film Masok Akal telah menarik perhatian masyarakat.

Film Masok Akal sendiri merupakan Film pertama yang di produksi oleh RESEI PALI yang bekerjasama dengan para sineas muda PALI.Selain pemain dan crew film berasal dari PALI, penggunaan bahasa daerah dalam film ini menjadi daya tarik tersendiri.

Menurut informasi yang dirilis bersamaan dengan trailer tersebut,film Masok Akal akan tayang pada akhir Agustus ini.

Dalam trailer berdurasi 52 detik tersebut, berbagai cuplikan alur film divisualisasikan dengan sangat baik.Di mana diketahui,perdebatan para pelajar yang terjadi di dalam sebuah bus sekolah mengenai keadaan yang terjadi di tempat tinggal mereka menjadi pokok utama cerita dalam film ini.

Para pemeran Film Masok Akal sendiri berasal dari siswa-siswi SMA 2 Unggul Talang Ubi.

Film pendek bergenre edukasi yang disutradari oleh Anggi Dwi Kusuma ini menjadi salah satu film yang dinantikan. Sebab selain alur ceritanya yang menarik, film ini didasarkan pada masyarakat dengan menggunakan tutur bahasa daerah sehari-hari.(dan)

Berikut tanggapan masyarakat mengenai trailer Film Pendek Masok Akal,

@Alamsyah TD : “Keren 😎😎😎 tapi pesan cerita atau amanat terlalu pendek dan sedikit kebanyakan mukadimah dan salam penutup saje, 🙏🙏🙏🙏teruslah berkarya”

@Randa : “Setuju pas kate-katenye “bedoa bae semoga pemerintah kak dak besak cawa” 😂😂 (pemebung)🤣”

@Dwimediyanto : “Baqil Bayu Baqil Nvel LiSa nhh ini baru rengke, trailernyo be bagus apo lagi filmnyo”

@ShantiariniD-e : “yang nunggu filmnyo tayang Kito satu Server”

@palovdiadianapasit : “Masok Akal”

source : https://www.buletinterkini.com/2021/08/23/resei-rilis-trailer-film-masok-akalalur-cerita-menjadi-sorotan/

Teguh Indonesia

PALI, Buletin terkini. com– RESEI (Research and Social Empowerment Institute) PALI telah merilis final trailer film Masok Akal melalui kanal...
Teguh Estro Senin, 23 Agustus 2021
Teguh Indonesia


Oleh: Teguh Estro
Direktur Riset Lembaga RESEI
(Research and Social Empowerment Institute)

Banyak daerah kabupaten/kota yang latah mengadopsi tren smart city. Seolah suatu wilayah otomatis menjadi cerdas hanya dengan aksesoris teknologi. Saat ini semua pembangunan serba sensor, aplikasi sampai perkakas robotik ditanam di sudut-sudut kota. Kita sibuk mencerdaskan perangkat-perangkat pelayanan namun lupa mencerdaskan masyarakatnya. Padahal kualitas sumber daya manusia kita masih jauh daripada cukup. Masyarakat kita masih miskin secara mental, gaptek, wawasan yang sempit, kebergantungan pada bantuan serta kurang partisipatif. Di sinilah terjadi kesenjangan antara pelaku pembangunan dan fasilitas pembangunan. Jelas ini tidak efisien, hanya menambah asset dengan biaya perawatan tinggi. Namun tak bisa digunkana sesuai tujuan.

Suatu pembangunan akan berhasil bukan semata didukung oleh infrastruktur dan komponen-komponen fisik saja. Namun ada yang tak kalah penting, yakni modal sosial dalam pembangunan. Dalam Buku EKONOMI PEMBANGUNAN DAERAH Karya Dr. Muammil Sun’an, SE, MP.,M.AP diterangkan bahwa “Modal Sosial memainkan peran penting dalam masyarakat sebagai aset sosial yang memungkinkan individu dan masyarakat berhasil menggalang kepercayaan yang kuat antar anggota, mereka dapat menyelesaikan pekerjaan dengnan modal uang yang lebih sedikit.”. Masyarakat yang cerdas sangat dibutuhkan dalam pembangunan. Mereka yang memiliki kemampuan menjalin komunikasi, mengorganisir tim, mampu menerjemahkan bahasa program pembangunan dalam strategi-strategi teknis. Masyarakat partisipatif seperti ini merupakan modal sosial dalam percepatan pembangunan. Program yang apik jika tidak ditunjang oleh partisipasi masyarakat maka akan memunculkan inefisiensi.

Menurut seorang pakar Robert Putnam, Modal Sosial itu ada tiga ; (1)Jaringan atau networking, (2) kepercayaan dan (3) norma-norma. Masyarakat yang memiliki jaringan maka ia mampu membuka akses terhadap macam keterbatasan. Baik itu jaringan horizontal maupun jaringan vertikal. Jaringan bisa didapatkan melalui komunitas, asosiasi, partai politik, relawan atau organisasi-organisasi kemasyarakatan. Robert Putnam pernah melakukan penelitian di Italia. Peneletian Putnam menunjukkan bahwa wilayah utara Italia lebih maju dari wilayah selatan karena lebih banyak orang di utara terlibat dalam berbagai asosiasi daripada di selatan Itali. Hal ini kemudian menyebabkan pertumbuhan ekonomi di wilayah utara lebih tinggi daripada di selatan. Asosiasi sukarela di wilayah utara menjalin hubungan kerja sama yang intens dengan pemerintah daerah setempat. Selanjutnya Robert Putnam berpendapat dalam artikelnya BOWLING ALONE : PENURUNAN MODAL SOSIAL AMERIKA “….Masyarakat dengan jaringan sosial yang kuat, upaya memajukan sebuah negara telah jauh lebih berhasil dalam berbagai bidang seperti peningkatan kualitas pendidikan, penurunan jumlah pengangguran, kriminalitas, penyalahgunaan Narkoba dan berbagai masalah lain di bidang kesehatan….”

Selanjutnya kepercayaan atau trust merupakan modal sosial yang didapatkan masyarakat karena kecakapan atau kapabilitas serta kejujuran dalam pengelolaan program. Oleh karenanya masyarakat yang sudah mengenal pendidikan dan pelatihan adalah modal sosial yang berharga. Mendorong masyarakat agar mampu memahami alur pembangunan, terlatih mengelola anggaran pembangunan serta memiliki hasrat untuk mengembangkan diri agar memiliki keahlian-keahlian baru. Modal sosial yang terakhir adalah kekuatan norma. Norma agama, norma sosial, norma adat merupakan potensi yang bisa mengontrol masyarakat agar memiliki integritas dalam mengelola pembangunan. Sebagai contoh di Brazil, pemerintah yang bersih (good government) ikut memperlancar semua program sosial ekonomi masyarakat lokal sehingga berjalan dengan baik.

Modal Sosial yang berkualitas sangat dibutuhkan di negeri ini. Terutama melihat tren pembangunan di Indonesia yang bergeser pada penguatan desa melalui komitmen dana desa. Tantangan bagi kita adalah bagaimana mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan modal sosial di desa-desa. Dalam buku THE GREAT SHIFTING Karya Prof. Rhenald Kasali menyatakan “Kemendes (Kementerian Desa) melakukan pendekatan yang mendorong partisipasi aktif masyarakat dengan pendekatan 5K, yaitu Konsensus, Keterpaduan, Kelembagaan, Komunikasi dan Keberlanjutan”. Apabila modal sosial yang dimiliki masyarakat rendah, maka yang terjadi adalah program-program yang tidak efisien.


Rekayasa Sosial untuk Meningkatkan Modal Sosial


Dalam meningkatkan modal sosial sangat butuh campur tangan pemerintah. Caranya adalah dengan melakukan rekayasa sosial (Social Enginering). Paling tidak terdapat tiga hal yang harus dilakukan secara berkelanjutan dalam rekayasa sosial. Yakni, pertama tahap riset, kedua dengan penguatan sistem sosial, dan ketiga kampanye perubahan. Ketiga hal ini harus saling koordinatif satu sama lain. Hasil Riset harus aplikatif sehingga bisa digunakan dalam penguatan institusi sosial. Selanjutnya Institusi yang kuat harus mengkampanyekan perubahan melalui program-program yang berdampak pada peningkatan modal sosial. Dan yang terakhir output sebuah program harus dievaluasi sehingga bisa menjadi bahan assessment dalam melakukan riset kembali. Semua dilakukan secara terintegrasi. Dalam artikel Membangun Bangsa Dari Desa: Mewujudkan Pertumbuhan Berkualitas Karya Prof.Dr. Gunawan Sumodiningrat, M.Ec. Beliau berpendapat ; “Tujuan pembangunan dari desa adalah membangun keluarga-keluarga yang dilakukan secara terintegrasi yaitu ; membangun Jiwa, Membangun Raga, Membangun Keuangan, Membangun Wawasan dan Membangun Partisipasi Pembangunan”

Lantas peran pemerintah dimana? Pemerintah seharusnya melakukan pilot project sebuah desa yang sukses melakukan rekayasa sosial untuk meningkatkan modal sosial pembangunannya. Semisal dalam satu kecamatan terdapat satu desa percontohan yang memiliki alur rekayasa sosial yang mapan. Sehingga desa-desa lain bisa mencontoh secara aplikatif. Hal ini memang tidak mudah, namun harus dicoba agar pembangunan kita tidak jalan di tempat.



Teguh Indonesia

Oleh: Teguh Estro Direktur Riset Lembaga RESEI (Research and Social Empowerment Institute) Banyak daerah kabupaten/kota yang l...
Teguh Estro Sabtu, 11 Mei 2019
Teguh Indonesia


Oleh: Teguh Estro
Direktur RISET Lembaga RESEI
(Research and Social Empowerment Institute)

Diskursus terkait perubahan sosial kian menarik untuk diamati. Gelombang inovasi teknologi kian merombak dan menabrak pakam interaksi sosial. Teknologi komunikasi sudah menuntun bahasa pergaulan menjadi serba digital. Pelan tapi pasti para generasi lama akan mengalami clash of habit dengan ulah millenials dalam berkehidupan. Mulai dari pola komunikasi, transaksi keuangan, sampai urusan mencari jodoh semua akan dioperasikan secara online.

Melalui Smartphone, ruang publik sudah berpindah ke dalam ruang-ruang Social media. Keintiman pertemanan telah bertransformasi menjadi obrolan dalam aplikasi group chat. Mengutip pernyataan Dr. Muhammad Faisal dalam buku GENERASI PHI π, MEMAHAMI MILENIAL PENGUBAH INDONESIA. “…Dari Hasil riset pada 2015-2016, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, kami menemukan bahwa rata-rata seorang generasi π (phi)  setidaknya memiliki lima group pertemanan di Chat-apps mereka. Jadi mereka mengatur begitu banyak informasi dalam setiap aktivitas harian mereka….” Direktur Youth Laboratory ini juga menambahkan dalam penelitiannya bahwa generasi milenial atau generasi Phi (π) memiliki hobi share informasi di sosial media karena mereka memiliki kultur untuk berbagi segala sesuatu kepada kelompoknya.

Perubahan platform komunikasi tentu akan mengubah kejiwaan para individu yang bertukar pesan. Dimana sebelumnya manusia berbicara dengan menambahkan bahasa tubuh, intonasi dan emosi mimik muka. Namun saat ini para pengguna akun hanya bertemu foto profil, kalimat langsung saat chat-messages serta sedikit tambaha gambar emoji. Kita kehilangan keintiman, emosi dan respek dalam berkomunikasi. Dampaknya kita akan menemukan percakapan online yang agresif, kurang memiliki tanggung jawab dalam beropini bahkan cenderung berani membully pendapat akun lainnya. Oleh karenanya pada akhir-akhir ini mudah ditemukan cyberbullying di dunia maya. Sebagaimana pendapat Prof. Rhenald Kasali dalam bukunya THE GREAT SHIFTING, “…UNICEF (2016) menemukan, sebanyak 41-50 persen remaja berusia 13-15 tahun pernah mengalami cyberbullying”

Dunia kriminal juga mengalami kemunculan fenomena-fenomena baru. Kita kerap mengenalnya dengan istilah cybercrime. Pada masa lalu, kita mengenal seorang penjahat bisa dari fisiknya. Misalkan berwajah seram, memiliki tattoo dan membawa senjata tajam. Namun Pelaku kriminal dalam dunia virtual sangat berbeda kondisinya. Mereka tidak tampak secara fisik bahkan biasanya hanya anonymous account. Bisa jadi pelaku kriminal adalah seorang pemuda tampan yang tak pernah keluar kamar dengan akses internet melalui smartphone nya. Atau seorang lelaki berpakaian rapi lengkap dengan jas nya, namun dalam dunia maya ia mampu meretas dan menguras rekening Bank. Kegelisahan ini sempat dilontarkan oleh ALEC ROSS dalam bukunya THE INDUSTRIES OF THE FUTURE. “… Pertanyaan yang diajukan di dalam Situation Room Gedung Putih sekarang ini adalah apakah pemerintah seharusnya memperlakukan serangan cyber yang menguras rekening BANK AMERIKA di territorial Amerika sebagai serangan terhadap bangsa Amerika, sebagai perampokan, atau sesuatu yang berbeda?”

Dampak dari tindakan kriminal ini sangat kasat mata dan kita tak bisa mengetahui siapa pelaku kriminal di dunia maya tersebut? Oleh karenanya sangat wajar bila saat ini hampir semua pihak kepolisian di seluruh dunia memiliki divisi khusus yang menangani cybercrime. Mereka memiliki spesialisasi melakukan Digital Forensik terhadap kasus-kasus cybercrime. Hal senada juga diutarakan oleh Dr. Paisol Burlian dalam bukunya PATOLOGI SOSIAL terkait pesatnya konten pornografi melalui situs-situs internet. “Mengenai bentuk dan wujud transaksi pornografi melalui media internet yang lebih modern. Karena sifat media dalam transaksi pornografi yang modern ini, aparat penegak hukum menjadi kesulitan dalam menindak pihak-pihak yang bertransaksi…”

Pelbagai fenomena kian mengindikasikan betapa eratnya irisan interaksi social antara dunia nyata dan dunia maya. Bahkan beberapa perusahaan besar melakukan pencarian jejak digital kepada para calon karyawan saat melakukan interview masuk kerja. Hal ini seharusnya memberikan sinyal kepada para Pekerja Sosial agar perlahan memutar haluan dalam melakukan pendekatan kepada masyarakat. Melakukan pendekatan secara digital tentu bisa menjadi kiblat baru bagi para Pekerja Sosial dalam menyusun program-program sosial.

Para aktivis sosial kudu mengupgride kapasitas mereka agar bisa lebih akrab dengan bahasa-bahasa digital. Termasuk tidak asing dengan aplikasi-aplikasi yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat. Sudah saatnya kita berpikir jauh ke masa depan. Karena penyakit sosial yang akan dihadapi generasi mendatang akan lebih rumit sebab ditunjang oleh teknologi yang maju. Para pekerja sosial harus mampu melakukan analisis sosial atas gejala-gejala sosial di dunia maya. Melakukan assesmen secara online terhadap ragam penyimpangan di sosial media. Sampai pada kegiatan advokasi terhadap  problematika sosial di dunia virtual.


Teguh Indonesia

Oleh: Teguh Estro Direktur RISET Lembaga RESEI (Research and Social Empowerment Institute) Diskursus terkait perubahan sosial ki...
Teguh Estro Selasa, 30 April 2019
Teguh Indonesia


oleh : Teguh Estro


Melalui gadget, anak-anak telah mengunyah ragam informasi menyimpang lebih dini. Seharusnya kita pun imbangi dengan konten-konten edukasi positif pada mereka. Ya, setidaknya agar perang moral ini fair

Pelan-pelan kita ajak para belia tersebut mengenal ilmu parenting. Tentu saja dengan kemasan yang sederhana. Selanjutnya membiasakan pola berpikir kritis melalui pendekatan ala milenial. Misalkan lewat Stand-up Comedy, kita bedah problematika sosial secara fun

Kemudian dalam konteks kasus Bullying. Secara psikososial, hal tersebut terjadi karena para remaja ingin terlihat hebat dengan menjatuhkan atau melecehkan temannya. Egonya tinggi, agar dipandang superior.

Solusinya Bagaimana?

Kita bisa menyuntikkan sifat empati sosial pada remaja-remaja tersebut. Contohnya kita coba masuk lewat hobi anak-anak milenial sekarang, yakni Travelling Mereka kan suka traveling. Kenapa tak mengajak mereka melakukan "Social Expedition". Mendekatkan mereka pada potret kemiskinan dan ketidakberdayaan di lingkungan masyarakat terpencil. Dengan mengasah sikap empati harapannya bisa mengontrol ego supaya stabil.

Secara sederhana bisa disimpulkan. Pertama, Ilmu Parenting bermanfaat untuk benahi habit di keluarga. Kemudian Kedua, pola pikir kritis, sebagai pondasi mereka dalam menyerap informasi. Dan yang terakhir kegiatan Social Expedition untuk melatih sikap empati. Sebagaimana pemaparan Dr. Paisol Burlian, S.Ag, M.Hum dalam buku PATOLOGI SOSIAL. " Pada dasarnya permasalahan penyakit masyarakat dipengaruhi oleh tiga faktor; Faktor keluarga, faktor lingkungan serta faktor Pendidikan"

Teguh Indonesia

oleh : Teguh Estro Melalui gadget, anak-anak telah mengunyah ragam informasi menyimpang lebih dini. Seharusnya kita pun imbangi de...
Teguh Estro Senin, 22 April 2019
Teguh Indonesia


Oleh : Teguh Estro

Kata K-R-E-A-T-I-F seolah menjadi ‘mantra’ yang selalu diucapkan di dunia kerja saat ini. Kreatifitas selalu bersahabat dengan orang-orang yang bekerja keras. Kreatifitas merupakan saudara kandung daripada kecerdasan. Tugas kita adalah menggabungkan sikap kreatif, cerdas dan bekerja keras dalam satu karya. Bagaimana caranya? Nah, buku CREATOR.INC ini mengupas detail untuk menjawab pertanyaan itu.

Buku yang penuh dengan ‘daging’ pengalaman ini cukup sukses menggeser mindset kita dalam berkarya. Tidak ada tempat bagi orang yang berpikir feodal di masa mendatang. Karena dunia karier saat ini semakin ramping dalam hal sumber daya manusia. Bahkan beberapa jenis pekerjaan sudah bisa dilakukan secara independen. Kang ARif Rahman sebagai penulis buku ini menyajikan ragam jenis pekerjaan yang biasanya digemari para Kreator. Semisal Animator, Designer, Potographer, Content Creator, Digital Marketer, Standup Comedian dan Independent Worker Lainnya. “Para Kreator yang punya banyak persamaan, muda, adaptif, komunikatif, suka bekerja,, ngotot, gigih, cerdik, lincah, dan banyak mau.”

Pada halaman awal saja, penulis sudah menghentak pembaca. Ia mengomentari kebanyakan kreator yang terlalu fokus pada produk semata. Atau banyak juga kreator yang terjebak karena hanya mengandalkan skill mereka. Padahal untuk mengepakkan sayap di dunia persaingan, mereka harus handal dalam kemampuan bisnis. Para Kreator kudu memahami dunia promosi, strategi marketing, membangun tim, membuat laporan keuangan dan menjalin network secara apik.

Secara sederhana, buku ini membagi proses berkarya menjadi dalam tiga kerangka. Pertama tahap merintis yang penuh dengan batu terjal, kedua tahap mempublikasikan karya-karya terbaik yang dieksekusi dengan tepat. Ketiga tahap perubahan dari kretor menjadi perusahaan yang memiliki dampak luas. Jadi sebuah enterprise yang mapan tidaklah muncul secara tiba-tiba. Sebuah gagasan harus melalui tahapan ujian yang mengasahnya menjadi perusahaan yang menghasilkan.

Saat kita merintis sebuah karya, maka utamakan mencari ribuan pengalaman. Dan sebaiknya  berupayalah untuk mengasah semua passion, minat dan bakat yang dimiliki. Teruslah mencoba, mencari bentuk, mengenali pola, mencari jaringan sebanyak-banyaknya. Penulis buku ini sangat menyayangkan banyak anak muda yang ingin melewatkan tahapan ini. Pinginnya langsung besar, langsung jadi dan langsung kaya. “…Mulailah karier sebagai seorang amatir dan mulailah dari tahap belajar. Jika bercita-cita menjadi fotografer andal, mulailah dengan bekerja di sebuah perusahaan fotografi. Apalagi jika kita bisa bekerja dengan fotografer yang telah memiliki nama dan reputasi besar, kita punya kesempatan untuk mencuri segudang ilmu darinya….” (Hal. 22)

Lakukan Testing The Water untuk melangkah ke tahap berikutnya. Cobalah proyek kecil-kecilan, eksekusi event-event yang sederhana, pimpinlah tim kepanitiaan yang sedikit dulu. Pola ini harus terus diulang sesering mungkin. Karena hal ini akan mengasah jam terbang seorang creator. Selain itu buatlah persiapan matang untuk membuat karya yang bombastis sekali saja namun berdampak pada personal branding. “…Proyek sampingan adalah peluru. Kalaupun meleset, kita tidak kalah banyak. Namun jangan berhenti menembak, ketika sasarannya tepat, kita tembakkan messiu, ubah usaha yang tadinya sampingan menjadi usaha utama…” (hal. 46)

Suatu saat akan ada waktunya para kreator berada dalam pilihan penting. Passion mana yang akan menjadi jalan hidupnya. Mengubah hobi menjadi usaha yang menghasilkan. Penulis memberikan banyak strategi mengenai system bisnis yang based on experience. Bagaimana mendesain karya, strategi customer experience, membuat dan membesarkan sebuah brand dan termasuk pentingnya mengeksekusi sebuah ide. Saya sarankan iqra…! Bacalah karya kang Arif Rahman ini agar mindset kita segera berubah.



Teguh Indonesia

Oleh : Teguh Estro Kata K-R-E-A-T-I-F seolah menjadi ‘mantra’ yang selalu diucapkan di dunia kerja saat ini. Kreatifitas selalu bersa...
Teguh Estro Jumat, 12 April 2019
Teguh Indonesia



Oleh : Teguh Estro
Direktur Riset Lembaga RESEI
(Research and Social Empowerment Institute)

Salah satu kegiatan sentral dalam program Kesejahteraan Sosial adalah kegiatan Penanganan Kemiskinan. Namun upaya tersebut sampai saat ini masih jalan di tempat. Padahal upaya pemerintah sudah maksimal. Akan tetapi belum cukup menjadi obat atas kemiskinan ini. Dalam buku Menuju Ketangguhan Ekonomi, Dr. Bambang Widianto menuliskan bahwa walaupun tingkat kemiskinan terus menurun mencapai 10,86 persen (Maret 2016, BPS), Jumlahnya masih sangat besar, yaitu sekitar 28 juta orang. Selain itu, selama lima tahun terakhir penurunannya semakin melambat walaupun pertumbuhan ekonomi tetap terjadi. Lantas dimana titik masalahnya.

Kebuntuan penanganan kemiskinan ini karena telah terjadi banyak perubahan pola kemiskinan di lapangan. Namun sayang dalam penanganannya masih menggunakan 'senjata lama'. Padahal kita telah memasuki zaman Disruption. Dimana pemain-pemain dagang kian mengejar efisiensi memanfaatkan teknologi. Para inovator menggunakan internet untuk memangkas biaya distribusi. Maka alamat pedagang-pedagang yang masih kekeuh dengan lapak tradisionalnya mengalami penurunan daya beli konsumen. Musababnya telah terjadi shifting pola konsumsi pada masyarakat kita menuju belanja online. Prof Rhenald Kasali dalam bukunya Disruption menggambarkan “...dengan perkembangan itu, tradisi membangun superstore, bahkan superbranch (kantor cabang yang luas) menjadi kurang relevan karena konsumen telah beralih menjadi pelanggan yang mobile dan dikunjungi secara online.”

Mengamati penjelasan di atas, setidaknya kita mengetahui bahwa masyarakat kita tak semudah dahulu dalam memperoleh pendapatan. Bila dulu orang bisa mencukupi segala kebutuhan hanya mengandalkan sektor perkebunan/ pertanian. Namun saat ini hasil berkebun hanya mampu mengobati perut yang lapar. Masyarakat harus gali lubang tutup lubang untuk membiayai pendidikan anak, ongkos kesehatan sampai uang sewa rumah.

Masyarakat kita dituntut memiliki double income untuk keluar dari jerat kemiskinan. Maka dari itu, tugas kita adalah mengupayakan masyarakat agar memiliki kemampuan melakukan double income. Bahkan bila memungkinkan terjadi lompatan cash flow.

Dalam literatur bisnis, pendapatan masyarakat bisa menjadi double income apabila telah dalam dua kondisi berikut ini. Pertama, orang yang memiliki skill sudah dalam tahap ahli, tentu akan dibayar dengan harga yang lebih tinggi. Kedua, orang yang memiliki bisnis atau usaha yang sudah tersistemasi dengan kebutuhan pasar.

Tahap pertama, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat maka dibutuhkan wadah bagi mereka untuk mengembangkan keahliannya. Mulai dari keahlian dalam menggunakan teknologi, keahlian akademik atau keahlian pengembangan karier. 

Kita harus menyediakan program magang, program kursus gratis, beasiswa diploma dan semua program keahlian lainnya. Kesemuanya diberikan secara gratis dan diselenggarakan sebesar-besarnya bagi masyarakat. Tujuan akhirnya adalah peningkatan daya saing tenaga kerja kita. 

Sebagaimana mengutip tulisan Dr. Asep Suryahadi dalam artikelnya Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan, “...Indonesia memiliki kualitas sumber daya manusia yang rendah. Lebih dari setengah angkatan kerja Indonesia hanya berpendidikan sekolah dasar atau kurang...”. Doktor Ilmu Ekonomi lulusan Australian National University ini menambahkan bahwa dalam jangka panjang, hanya dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya, laki-laki dan perempuan Indonesia akan dapat mengatasi masalah kemiskinan.

Tahap Kedua, menyediakan ekosistem untuk masyarakat agar memiliki mental enterpreneur. Memberikan akses sebesar-besarnya bagi masyarakat untuk berani melakukan terobosan dalam membuka usaha. Dalam buku Kesenjangan Ekonomi yang ditulis oleh Eka Sastra,SE.,M.Si mengatakan bahwa orang yang terlahir dari keluarga miskin dan hidup di kawasan kumuh, yang notabene memiliki keterbatasan atas akses terhadap fasilitas publik, justru terpinggirkan pada masa depan, baik secara kompetensi maupun kepercayaan dirinya (Eka Sastra ; 2017).

Oleh karenanya kita harus memperbanyak circle bagi masyarakat untuk memudahkan mereka mengakses fasilitas publik dan menambah jaringan bisnis. Termasuk diantaranya penanaman skill manajemen organisasi. Selanjutnya untuk mengubah mindset masyarakat menjadi mental enterpreneur dibutuhkan pelatihan yang dibimbing langsung oleh mentor-mentor bisnis. Sasaran jangka panjangnya adalah perubahan mindset agar menjadi masyarakat dengan tangan di atas.


Teguh Indonesia

Oleh : Teguh Estro Direktur Riset Lembaga RESEI (Research and Social Empowerment Institute) Salah satu kegiatan sentral dalam ...
Teguh Estro Senin, 01 April 2019